Menurutnya, pemilihan simbol ini sangat sarat makna dan penuh strategi. Ia pun menyebut rebranding bukanlah hal baru dalam dunia politik.
“Banyak partai, baik lokal maupun internasional, pernah melakukan rebranding untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman,” katanya.
Ia memberi contoh PKS yang perlahan mengubah warna dominan dari hitam ke oranye untuk mendekati segmen baru.
“Bisa jadi PSI ingin mengambil ceruk pemilih Jokowi yang beririsan dengan PDIP. Warna hitam dan merah sangat identik dengan PDIP, dan kini muncul dalam logo PSI,” ujar Adi.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa branding tidak otomatis menaikkan elektabilitas.
“Branding penting untuk positioning. Tapi tanpa kerja politik nyata, itu hanya tampilan luar. Rakyat butuh solusi, bukan sekadar simbol,” tegasnya.
Menurut Adi, kekuatan partai datang dari kerja konkret yang menyentuh langsung persoalan rakyat. (*)