Lantainya ia bersihkan dengan menggunakan kotoran kerbau. Konon katanya bisa untuk tolak balak, dan juga untuk mengusir nyamuk.
Sebelum memasuki kampung suku Sasak, tamu wisatawan istimewa akan mereka sambut dengan tari gendang beleq. Juga musik dengan dua gendang besar yang dimainkan secara berkelompok.
Dulu tari gendang beleq ini untuk menyambut kedatangan raja. Namun sekarang untuk menyambut kedatangan tamu istimewa.
Setelah tarian gendang beleq, para wisatawan bisa menikmati tarian yang tak kalah menarik yaitu tari perang para prajurit yang bernama paresean.
Permainan Parasean oleh dua orang pemuda yang akan bertarung di hadapan para pengunjung, mereka akan mempertunjukkan peresean.
Petarung itu bergerak menjaga jarak, kemudian saling menyerang. Mereka masing-masing memegang rotan dan perisai, yang terbuat dari kulit kerbau atau ende.
Saat saling menghantamkan tongkat para petarung ini juga menjaga pertahanan menggunakan perisai. Pertarungan peresean ini juga memiliki jeda sesaat, semacam ronde, ada wasit yang mempertemukan pertarungan ini.
Untuk mempertahankan hidup, sebagian besar penduduk kampung Sade sebagai petani tadah hujan. Yang perempuannya dirumah menenun kain.
Dan para gadis sejak umur 10 tahun sudah diajari untuk menenun, sehingga nanti kalau sudah umur 16 – 17 tahun jika diculik sudah bisa menenun.
Itulah mengapa mereka masih mempertahankan adat istiadat suku Sasak, dan menjadi salah satu desa wisata di Lombok Tengah. (*)
Editor: Elly Amaliyah