SEMARANG, beritajateng.tv – Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) mengungkap penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) pada 2025 anjlok hingga 40 persen.
Penyebabnya, kebijakan penerimaan di Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) dinilai menyedot calon mahasiswa dan mengancam keberlangsungan kampus swasta.
Menanggapi itu, Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menyatakan prihatin atas kondisi tersebut.
Ia menegaskan persoalan ketimpangan antara perguruan tinggi negeri dan swasta bukan hal baru, melainkan keluhan lama yang terus berulang. Hal itu Fikri ungkap saat beritajateng.tv jumpai di Hotel Patra, Kota Semarang, Minggu, 24 Agustus 2025.
BACA JUGA: Semua Pengurus Baru Kenakan Blangkon, PKS Jateng: Nilai Keislaman Tak Pernah Matikan Budaya
“Saya prihatin ya, sebab sejak awal meskipun saya baru masuk kembali ke Komisi X tanggal 13 Juni, tapi sebelumnya saya di Komisi X saat 2017. Kami selalu mengusahakan supaya pemerataan pendidikan itu semakin meringankan, semakin mengarahkan calon mahasiswa atau calon peserta didik,” ujar Fikri.
Menurutnya, arah pendidikan tinggi di Indonesia masih belum jelas apakah lebih condong ke vokasi atau akademik. Padahal, kata Fikri, idealnya sistem pendidikan harus mampu mengarahkan lulusan agar bisa memilih bekerja, melanjutkan pendidikan, atau berwirausaha.
“Ini [pilihan] bekerja melanjutkan atau wirausaha. Nah, pendidikan tinggi itu apakah orientasi ke vokasi atau akademik, ini kan kita sedang diskusi. Sementara kemudian ada ketimpangan antara negeri dan swasta. Artinya ini keluhan lama,” terang Fikri.
Gejala swastanisasi pendidikan
Legislator asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengingatkan, sejak muncul status Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTNBLU) dan PTN Badan Hukum (PTNBH), kekhawatiran yang berkembang adalah gejala swastanisasi pendidikan.
Dalam hematnya, sistem itu berpotensi menimbulkan kesenjangan, sebab hanya mahasiswa dengan kemampuan finansial kuat yang bisa masuk perguruan tinggi.
“Siapa yang kuat bayar maka dialah yang bisa sekolah dan tidak peduli apakah nanti lulusnya jadi pengangguran atau enggak. Ini sesuai diskusi kami di Komisi X. Pendidikan kita harus terarah apakah orientasi kerja atau akademik, sementara saat ini masih minim,” sambung Fikri.
Fikri menambahkan, proporsi perguruan tinggi berbasis vokasi masih kalah jauh dibanding universitas umum. Kondisi itu berbanding terbalik dengan kebutuhan dunia kerja yang justru menuntut lebih banyak lulusan vokasi.
“Kita perlu memperbanyak pendidikan vokasi. Melanjutkan juga tidak hanya di sini di dalam negeri, tapi di luar negeri kita sudah membuka hubungan dengan Belanda, Inggris, dan sebagainya,” jelasnya.
Kasihan PTS, Fikri minta calon mahasiswa jangan hanya fokus ingin masuk PTN
Di sisi lain, ia menilai hak mahasiswa untuk memilih kampus jangan sampai terkonsentrasi hanya di PTN. Pasalnya, jumlah PTS di Indonesia jauh lebih banyak ketimbang PTN.
“Ini kasihan PTS. Kita tahu bahwa jumlah PTS itu jauh lebih banyak daripada PTN. Nah, kalau kemudian semua PTN ambil apalagi katanya informasi sampai 40 persen, ini perlu kita diskusi,” katanya.
Fikri menegaskan, pihaknya siap mengawal aspirasi PTS melalui jalur Komisi X DPR RI. Menurutnya, suara asosiasi perguruan tinggi harus sampai ke para pemangku kebijakan agar tidak ada kampus swasta yang tumbang akibat kebijakan PTNBH.