“Setiap pementasan lagunya harus ganti. Diusahakan berbeda supaya latihannya ada progres signifikan,” ucap alumni S-1 Seni Musik Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu.
Dimas Music School berikan warna pada musik Semarang
Dimas mengisahkan, ia awalnya bekerja di label musik nasional. Setelah 12 tahun, ia memutuskan berhenti bekerja dan membuat lembaga musik non-formal bernama DMS tersebut pada 2018 lalu.
Awalnya pun DMS hanya membuka kelas biola saja. Namun seiring berjalannya waktu, murid bertambah banyak sehingga ada keyboard, bass, gitar, hingga bisa membuka grup ansambel.
DMS sendiri adalah sekolah musik non-formal yang bersifat privat atau door-to-door. Artinya, ia dan tim akan mendatangi rumah siswanya satu per satu untuk sesi latihan.
BACA JUGA: Tren Belanja Online Tak Mempan di Toko Alat Musik, Ternyata Inilah Penyebabnya
Tak tanggung-tanggung, siswanya tersebar di sekitar kota dan kabupaten Semarang. Mulai dari Ungaran, Jatingaleh, hingga Ngaliyan.
Hampir enam tahun berdiri, ia memiliki mimpi besarnya sendiri. Ia berharap, DMS nantinya dapat menjadi sekolah musik formal. Sehingga, DMS dapat menjangkau lebih banyak anak-anak dengan bakat musik yang mungkin masih terpendam.
“Harapan saya DMS paling tidak bisa memberikan motivasi dan warna musik tersendiri di Kota Semarang,“ tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi