“Yang terpenting sebenarnya pada destinasi wisatanya, bagaimana kemudian sarana dan penyokong pariwisata itu, yang memang dari masyarakat kita. Bahwa lahan yang kita miliki di situ, komunitas masyarakatnya, bagaimana cara kita tampilkan berdampak dari ramainya pariwisata yang di Borobudur,” ia menerangkan.
Lebih lanjut, ia tak ingin sarana dan prasarana di Candi Borobudur tak optimal. Sebab, kata Sarif, hal itu bisa berdampak pada ekonomi dan sosiologi warga di sana.
BACA JUGA: Video Pentas Budaya Lokal di Desa Ngaran Borobudur Magelang
“Jangan sampai sudah branding-nya gak masuk, masyarakat secara ekonomi dan sosiologis tidak masuk, kira-kira begitu,” sambung Sarif.
Sebelumnya, video kaus bergambar Candi Borobudur dengan tulisan “Yogyakarta” viral di media sosial. Video tersebut tersiar di akun Instagram @je_arifff.
Dalam video tersebut, tampak beberapa kaus bergambar Candi Borobudur yang memiliki tulisan “Yogyakarta”. Postingan tersebut kemudian di-repost akun Instagram @liputan.magelang maupun akun Instagram lainnya.
Padahal, bangunan peninggalan Wangsa Syailendra itu berada di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Namun, anehnya desain kaus bergambar Candi Borobudur itu malah bertuliskan “Yogyakarta”. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi