Konsumen bisa menolak, tapi…
Agus Suyatno selaku Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut bahwa konsumen dapat menolak pembayaran lebayarn surcharge tersebut apabila penjual tidak menginformasikan terlebih dahulu.
“Pungutan lebaran surcharge akan dibebankan pada konsumen, maka wajib meminta persetujuan pada konsumen dalam bentuk pemberian informasi sejak awal,” katanya.
Informasi terkait tagihan itu wajib pihak restoran sampaikan terlebih dahulu sebelum adanya transaksi.
Seperti contoh, pihak restoran menuliskannya di papan informatif sebelum pintu masuk.
“Dengan demikian konsumen memiliki pilihan untuk tetap melanjutkan transaksi atau tidak. Tanpa informasi awal, maka konsumen berhak menolak pungutan tersebut,” ucapnya.
Sebagai informasi, lebaran surcharge ini bukanlah hal baru. Sebab, tambahan biaya tersebut sudah ada sejak beberapa tahun terakhir.
“Di dunia transportasi lebih dulu ada istilah tuslag atau infal, yaitu kenaikan biaya tiket karena momen-momen tertentu, biasanya Hari Raya,” kata Agus.
BACA JUGA: Walikota Sidak SPBU, Minta Pertamina Pastikan Ketersediaan dan Keamanan BBM Saat Lebaran
Lebaran surcharge juga ditemukan di negara lain, seperti Singapura, yaitu berupa Imlek surcharge.
Sementara itu, pengurus harian YLKI Indah Sukmaningsih menyampaikan bahwa bayaran tambahan muncul di momen Idul Fitri karena banyaknya karyawan resto atau tempat makan yang mudik.
Hal tersebut memicu masalah karena permintaan jelang Hari Raya selalu meningkat sedangkan pelayanan menurun sehingga muncul lebaran surcharge yang seolah menjadi “bonus” untuk karyawan. (*)