Seluruh kebijakan ini, kata Agustina, merupakan bagian dari integrasi kebijakan lingkungan yang lebih komprehensif di Kota Semarang.
Pemerintah juga menjalankan program tambahan seperti Bank Sampah, ProKlim, sekolah Adiwiyata. Serta program tukar sampah plastik di area car free day, yang seluruhnya bertujuan mengurangi potensi mikroplastik di Kota Semarang.
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota Semarang tahun 2024 berada pada angka 59,41 persen. Yang menurut Agustina menunjukkan masih perlunya peningkatan kualitas udara, air, dan pengelolaan residu plastik.
Tema pembangunan 2026 yang menekankan penguatan sistem pangan dan peningkatan kualitas lingkungan hidup akan memberi ruang memasukkan isu mikroplastik lebih dalam ke perencanaan Kota Semarang.
Target IKLH 2026 sebesar 67,52% menjadi acuan penguatan strategi lingkungan ke depan.
Intervensi inovatif kini mulai disiapkan, termasuk program percontohan filtrasi mikroplastik untuk kawasan padat penduduk yang mengandalkan air PDAM dan sumur gali.
Di sisi udara, Kota Semarang akan mendorong pemasangan sensor partikulat mikroplastik di titik lalu lintas padat sebagai langkah mitigasi cepat.
Program ini akan menghasilkan data real-time untuk pengurangan risiko mikroplastik dalam aktivitas domestik masyarakat Kota Semarang.
“Seluruh langkah ini perlu indikator yang terukur. Kami memastikan pelaporan tetap transparan dan penggunaan Dana Insentif Fiskal dilakukan secara akuntabel,” tegas Agustina.
Dengan penguatan multiprogram secara sistematis, Kota Semarang menargetkan pengurangan mikroplastik yang signifikan sekaligus memaksimalkan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota. (*)
Editor: Elly Amaliyah













