SEMARANG, beritajateng.tv – Warga di tiga RW kawasan Tambaklorok, Semarang Utara, Kota Semarang, terus hidup dalam ancaman kesehatan akibat gunungan sampah yang tak kunjung teratasi.
Selama lebih dari 12 tahun, warga RW 12, RW 13, dan RW 16 terpaksa berdampingan dengan timbunan limbah yang perlahan-lahan mengubah area tambak menjadi pulau buatan dari sampah.
Tumpukan sampah seluas 6.200 meter persegi itu awalnya merupakan lahan budidaya ikan. Namun, sejak sekitar tahun 2012–2013, kawasan tersebut berubah menjadi tempat pembuangan sampah liar akibat seringnya banjir rob dan menurunnya hasil tambak.
Minimnya fasilitas tempat pembuangan sampah (TPS) resmi memperparah kondisi lingkungan. Warga yang kesulitan membuang sampah akhirnya memilih menumpuknya di bekas tambak.
BACA JUGA: Soroti Pulau Sampah di Tambaklorok, Walikota Semarang: Nanti Kita Selesaikan
Berbagai jenis limbah mulai dari plastik, kasur bekas, hingga limbah rumah tangga kini menggunung.
Ketua RW 13 Tambakmulyo, Edy Suwarno, mengungkapkan keprihatinannya. Ia menyebut rendahnya kesadaran masyarakat soal kebersihan menjadi salah satu penyebab utama, selain absennya TPS di lingkungan mereka.
Upaya warga untuk membuang sampah ke wilayah lain pun sering mendapat penolakan dari warga sekitar.
“Lahan ini sebenarnya sudah diwakafkan ke Masjid Jami Sholaha, tapi belum dimanfaatkan. Kami mendukung penuh rencana pembangunan sekolah negeri di sini agar lahan bisa lebih bermanfaat,” ujar Edy.
Warga RT 01 RW 13 sebenarnya sudah berinisiatif melakukan pengumpulan sampah rutin dua hari sekali selama tiga tahun terakhir.
Mereka juga memberlakukan sanksi bagi pembuang sampah sembarangan, yakni wajib membersihkan seluruh area tambak yang kotor. Namun tanpa adanya TPS resmi, volume sampah tetap tak terkendali.
Saat musim hujan, air limbah dari gunungan sampah meluber hingga masuk ke halaman rumah bahkan dapur warga. Sementara di musim kemarau, bau busuk menyengat hampir di seluruh gang perkampungan.