Ia menambahkan, Bandara Temindung di Samarinda juga terkepung oleh penduduk, tidak bisa dikembangkan, dan mesti harus pindah, padahal pembiayaannya tinggi.
“Maka itu, ini bandara baru, maka kita berikan edukasi, pengetahuan yang memadai kepada semua yang terkait, terutama kepada masyarakat sekitar Bandara,” jelasnya..
Menurutnya, Bandara Ngloram merupakan bagian dari penerbangan sipil di Indonesia, wajib juga untuk ikut memikul beban, menjaga keselamatan, dan keamanan penerbangan, agar berkembang untuk melayani masyarakat.
BACA JUGA: Video Kepala Desa di Blora Tewas Tersetrum Listrik
“Jangan sampai nanti ada insiden-insiden terkait dengan keselamatan penerbangan, sehingga nanti tercoreng lagi di mata internasional. Nanti kita kena blokir lagi oleh Eropa,” imbuhnya.
Ia menyebut, banyak sekali insiden kecil yang bisa menggangu penerbangan sipil di Indonesia. Contohnya, di Bandara Gorontalo, sapi tertabrak saat pesawat landing; di Merauke, sapi tertabrak pesawat; di Curug sendiri ada masyarakat yang sedang melakukan aktivitas di run way; dsb.
Menurutnya, dalam penerbangan itu berbeda dengan kecelakaan moda yang lain. Misalnya, saat ada kecelakaan penerbangan di Papua, dalam hitungan detik internasional pun sudah tahu.
“Intinya kita bentuk dari sekarang security culture, agar masyarakat sekitar sadar. Jika nanti ekonomi Blora berkembang, Bandara Ngloram bisa diperluas lagi,” tutur Ubaedillah.
Ia pun berharap setelah pelatihan ini para peserta mendapat pengetahuan dan sertifikat agar bisa menularkan kepada masyarakat sekitar bandara dan Blora pada umumnya. Sehingga, mereka dapat memenuhi Security and Safety Culture atau memiliki kesadaran terhadap keamanan dan keselamatan. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi