“Kipasnya saya gambar Warag, orang budaya bergandengan, rumah adat, sama mega mendung. Ada ikonnnya Kota Semarang,” sebutnya.
Kayla mengaku senang seneng. Ia behkan berterima kasih karena di event ini bisa mengalahkan peserta yang sangat banyak.
Muhammad Nur Taufiq salah satu pelukis menyebut, Warag Ngendog sebagai budaya perbauran antara Jawa, Arab dan Cina.
Dengan gambaran, Kepala berupa naga, badannya kuda, dan kakinya kambing.
“Temanya karena Warag Ngendog sehingga saya tambahkan Ikon Semarang yakni Lawang Sewu dan Gereja Blendug, saya mengkombinasikan batik-batik Semarangan juga,” ungkapnya memperlihatkan lukisan.
Dalam kesempatan itu, Taufiq mengaku mengikuti dua lomba sekaligus. Meski demikian, ia justru meraih juara ketiga untuk Lomba Melukis Kipas.
“Hobi melukis, saya tau dari info dari grub WA. Saya menyiapkan konsep dan pernak pernik.
Intinya di Warag Ngendog ini menggabungkan antara Budaya Cina, Arab dan Jawa. Juga khas atau ikonnya Semarang . Jangan lupa saya juga menyertakan logo Pemkot Semarang,” papar dia.
Sementara itu, Amat Arif Sulistyono, mengaku jika tertarik mengikuti lomba ini karena ingin nostalgia lewat lukisan Warag Ngendog.
“Saya kecil saat Dugderan selalu beli mainan Warag Ngendog. Bapak Ibu yang sepuh-sepuh pasti dulunya kalau beli mainan Warag Ngendog gambarnya seperti ini. Ada rodanya, ada telurnya terus di tarik keliling kampung. Seperti yang saya gambar ini,” tutur Amat.
“Makanya saya ingin ikut (lomba lukis), karena saya ingin menyampaikan gambaran masa kecil,” imbuhnya. (*)
Editor: Elly Amaliyah