SEMARANG, beritajateng.tv – Kuasa Hukum FSD, Adi Nurachman, angkat bicara soal pemberitaan yang menyebut Pimpinan Dafam Group tersebut atas dugaan kasus pemalsuan surat pernyataan kepemilikan bangunan bersejarah yang berlokasi di kawasan Kota Lama Semarang.
Saat ini, Adi membenarkan FSD tengah menjalani proses penyidikan di Polrestabes Semarang sebagai tersangka.
“Beliau saat ini memang dalam proses penyidikan di Polrestabes Semarang, tahap satu tersangka,” ungkap Adi dalam jumpa pers di LikaLiku Restaurant, Kota Semarang, Kamis, 12 Juni 2025 sore.
Sebelumnya, pelapor bernama Shita Devi melalui kuasa hukumnya menyebut FSD mengklaim sebidang tanah beserta bangunan yang terletak di Jalan Jalak Nomor 5 dan 7 RT4/RW II, Purwodinatan, Semarang Tengah, Kota Semarang.
BACA JUGA: Owner Dafam Group Tersangka Dugaan Pemalsuan Surat Tanah di Kota Lama, Ini Kata Pengacara Korban
Kuasa Hukum Shita Devi, Osward F Lawalata, menyebut FSD membuat surat pernyataan palsu atas dasar telah mendiami bangunan tersebut sejak tahun 1980.
Menanggapi itu, Adi angkat bicara. Pihaknya menegaskan FSD tak pernah mengklaim sebagai pemilik bidang tanah dan bangunan di Kawasan Kota Lama tersebut.
“Perlu kami garis bawahi, klien kami tidak pernah klaim sebagai pemilik atas tanah negara. Klien kami adalah yang merawat dan menguasai terus-menerus lebih dari 20 tahun atas tanah yang terletak di Jalan Jalan Nomor 7-5 Kota Lama,” ungkapnya.
Bangunan bersejarah di Kota Lama berstatus tanah milik negara
Menurut keterangan Adi, bidang tanah dan bangunan yang kini jadi polemik itu berstatus sebagai tanah negara.
Ia menjelaskan, NV Thio Tjoe Pian mulanya memegang sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) lama atas tanah seluas 674 meter persegi tersebut. Hanya saja, kata Adi, HGB tersebut sudah habis masa berlakunya pada 24 September 1980 silam.
“Sesuai UU yang kita uji bersama menjadi satu putusan di PTUN Semarang, PTUN Surabaya, dan MA, itu telah tersetujui. Yang mana atas tanah negara yang mati sesuai UU Pokok Agraria, pemiliknya mendapat hak prioritas. Namun prioritas itu tidak pernah melekat selamanya, ada batas waktunya dua tahun,” sambung Adi.
BACA JUGA: Owner Dafam Grup Jadi Tersangka Kasus Dugaan Pemalsuan Surat Tanah dan Bangunan di Kota Lama
Adi menerangkan, NV Thio Tjoe Pian memegang hak prioritas hingga 24 September 1982 atau dua tahun setelah HGB tersebut mati.
Oleh karena mereka tak mengajukan HGB yang baru, kata Adi, tanah tersebut berstatus sebagai tanah negara.
“Ketika pada 24 September 1982 atau 2 tahun setelah 24 September 1980 tidak mengajukan atau tidak ada lagi [pengajuan], tanah itu kembali ke negara. Siapa yang menguasai terus-menerus, merawat 20 tahun lebih dengan itikad baik, dia akan mendapat hak prioritas,” ungkapnya.