Jateng

Pengamat Undip Tanggapi Lonjakan Pekerja Migran: Ada Mismatch Kompetensi dan Kebutuhan Pasar Domestik

×

Pengamat Undip Tanggapi Lonjakan Pekerja Migran: Ada Mismatch Kompetensi dan Kebutuhan Pasar Domestik

Sebarkan artikel ini
Pekerja Migran
Pengamat ekonomi Universitas Diponegoro (Undip), Wahyu Widodo, saat dijumpai di Magister FEB Undip, Kota Semarang, Senin, 21 Juli 2025. (Made Dinda Yadnya Swari/beritajateng.tv)

SEMARANG, beritajateng.tv – Pengamat ekonomi Universitas Diponegoro (Undip), Wahyu Widodo, menilai tingginya minat Warga Negara Indonesia (WNI) untuk menjadi pekerja migran lantaran adanya ketidakcocokan antara kemampuan pekerja dan kebutuhan pasar.

Dalam hematnya, bekerja di luar negeri atau menjadi migran tidak masalah jika tenaga kerja tersebut high skill atau expert.

Namun, kata Wahyu, mayoritas migran Indonesia yang bekerja di luar negeri adalah low skill. Hal itu Wahyu ungkap saat beritajateng.tv jumpai langsung di kantornya, Senin, 21 Juli 2025.

BACA JUGA: Pekerja Migran asal Jateng Terbanyak di Timur Tengah, Mayoritas di Arab Saudi

“Saya memandang pekerja migran itu tidak masalah selama dia expert, artinya dia akan diterima di tempat yang dia punya kompetensi, bahkan bersaing dengan seluruh dunia, misal perusahaan migas atau IT. Yang terjadi di kita kan mayoritas low skill, keahlian rendah, cenderung kesannya negatif,” ungkap Wahyu.

Tingginya minat WNI yang ingin bekerja di luar negeri, terlebih sejak tren Kabur Aja Dulu mencuat, tak bisa ia katakan akibat nihilnya lapangan kerja di dalam negeri.

Melainkan, ada mismatch atau ketidakcocokan antara kompetensi pekerja dengan permintaan perusahaan di dalam negeri.

“Kedua, apakah di domestik tidak ada lapangan pekerjaan? Nah, yang kita lihat lebih jauh itu mismatch-nya masih tinggi, tidak semua tenaga kerja terserap sehingga pengangguran yang ada itu belum terserap, bukan berarti gak ada pekerjaan,” ungkap Wahyu.

Sebagian loker di Indonesia tersegmen skill tertentu; Pekerja migran terbanyak di Jateng berasal dari Cilacap

Wahyu mencontohkan, beberapa level pekerjaan di Indonesia peruntukannya bukan untuk pekerja dengan low skill. Alhasil, mereka mencari lapangan pekerjaan yang baru di luar negeri.

“Kalau kita lihat struktur lowongan kerja formal bisa kita pastikan butuh skill tertentu, bisa saja menunjukkan segmen pekerjaan terbatas, bukan berarti tidak ada pekerjaan, harus jembatani dengan desain yang lebih komprehensif arah perkembangannya ke mana dari waktu ke waktu,” terangnya.

Ia mengambil contoh desain pendidikan vokasi di Australia. Menurut keterangannya, pendidikan vokasi yang siap kerja di negeri kanguru itu mengikuti perkembangan dunia industrinya.

“Ketika booming tambang yang dominan ada di vokasinya itu tambang, pas agriculture yang booming ya agriculture,” jelasnya.

Namun, kata Wahyu, hal itu tak mudah untuk diterapkan di Indonesia lantaran struktur perekonomian yang kompleks.

BACA JUGA: Imbas Konflik Iran-Israel, Menteri P2MI Tahan Calon Pekerja Migran Berangkat ke Timur Tengah

“Itu gak mudah dengan struktur perekonomian yang kompleks, tapi setidaknya kita ada langkah-langkah menuju kesana, nanti semakin baik antara kesesuaian tenaga kerja dan pembangunan skill di dunia pendidikan,” pungkasnya.

Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jateng, PMI terbanyak di Jawa Tengah berasal dari Kabupaten Cilacap, yakni sebanyak 4.753 keberangkatan dari Januari-Mei 2025.

Berlanjut Kendal dengan jumlah keberangkatan 2.836 dan Brebes dengan jumlah keberangkat 2.136.

“Tiga besar itu ada di Cilacap, Kendal, Brebes ya. Untuk total keberangkatan di tahun 2025 per Mei ini sudah 23.065 orang,” ungkap Ahmad Aziz, kepala dinas terkait, Kamis, 26 Juni 2025 sore. (*)

Editor: Mu’ammar R. Qadafi

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan