SEMARANG, beritajateng.tv – Keputusan BEM UGM, BEM Undip, serta dua BEM lainnya untuk mundur dari aliansi BEM SI Kerakyatan menjadi sorotan publik.
Kejadian ini terjadi usai Musyawarah Nasional ke-18 BEM SI Kerakyatan di Padang, Sumatera Barat, yang dinilai menampilkan keakraban dengan unsur kekuasaan.
Pengamat politik Adi Prayitno dalam kanal YouTube Adi Prayitno Official, Minggu, 17 Juli 2025, menilai keputusan itu wajar dalam dunia aktivisme.
“Gerakan mahasiswa itu mazhab utamanya menjaga jarak dari kekuasaan,” ucap Adi.
BACA JUGA: BEM UNDIP Mundur dari BEM SI, Tegaskan Gerakan Mahasiswa Harus Lepas dari Panggung Politik
Ia menambahkan bahwa mahasiswa selalu melihat kekuasaan sebagai entitas yang perlu dikontrol.
Dalam Munas tersebut, hadir sejumlah tokoh seperti menteri dan wakil gubernur. Kehadiran mereka memicu kekhawatiran bahwa BEM SI Kerakyatan mulai melenceng dari prinsip awalnya.
“Kalau gerakan mahasiswa terlalu mesra dengan pemerintah, dikhawatirkan kehilangan independensinya,” jelas Adi.
Lebih lanjut soal BEM UGM dan Undip Mundur dari BEM SI
Menurut Adi, sejak dahulu mahasiswa menjadi garda terdepan dalam menyuarakan kepentingan rakyat. “Mahasiswa itu agen perubahan. Kalau ada kebijakan yang tak pro rakyat, harus dikritik,” tuturnya.
Namun, ia juga mengakui munculnya pola pikir baru di kalangan aktivis kampus. “Ada generasi baru yang mulai membuka ruang dialog dengan kekuasaan. Kalau kebijakannya bagus, ya harus apresiasi,” ujarnya.
Pandangan itu menunjukkan bahwa hubungan mahasiswa dengan pemerintah tak selalu harus antagonis, selama idealisme tetap terjaga. Adi menekankan pentingnya proporsionalitas dalam menyikapi kekuasaan.
BACA JUGA: Mengadu ke DPR RI, BEM SI Protes Lonjakan UKT, Kampus di Jateng Ada yang Naik Hingga 500 Persen
“Kalau benar ya dukung, kalau salah ya kritik. Jangan asal tolak semua kebijakan hanya karena datang dari pemerintah,” katanya.
Baginya, sikap kritis tetap perlu, tetapi harus dengan cara rasional, elegan, dan beradab. Ia juga menilai perbedaan posisi antar BEM adalah hal lumrah dalam demokrasi.
“Beda pandangan soal kekuasaan itu wajar. Yang penting jangan ada intervensi dan jangan kehilangan arah perjuangan,” tandasnya.
Dalam konstelasi politik kampus, sikap pro maupun kontra terhadap pemerintah bukan masalah utama. Yang paling penting menjaga idealisme, keberpihakan kepada rakyat, dan menjaga jarak sehat dari kekuasaan. (*)