SEMARANG, beritajateng.tv – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali menjadi sorotan publik. Ahli Hukum Tata Negara, Muhammad Junaidi, menegaskan bahwa percepatan pengesahan RUU ini sangat penting sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
Menurut Junaidi, urgensi utama RUU ini adalah mengembalikan aset hasil korupsi kepada negara dan masyarakat. Tanpa instrumen hukum tersebut, pemerintah dan penegak hukum seringkali terhambat dalam menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi.
“Aspek dari RUU Perampasan Aset ini adalah bagaimana pemerintah ketika ada pelaku tindak pidana korupsi, aset-aset yang dikorupsi dapat dikembalikan untuk kepentingan masyarakat. Karena itu, butuh kecepatan pemerintah dan DPR RI untuk segera mengesahkannya,” tegas Junaidi usai workshop di Hotel Andelir pada Sabtu, 27 September 2025.
Aset Korupsi Bisa Dirampas Tanpa Putusan Tetap
Junaidi menjelaskan, keberadaan RUU Perampasan Aset akan memberi kewenangan lebih bagi aparat penegak hukum. Salah satunya, aset hasil dugaan korupsi bisa langsung penyitaan meski belum ada putusan hukum tetap.
Hal ini, menurutnya, bisa disinkronkan dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Jika ada ketidaksesuaian antara laporan kekayaan dengan kondisi riil, aparat hukum bisa langsung melakukan penindakan.
“Dugaan saja bisa menjadi instrumen untuk merampas aset, tanpa harus menunggu putusan inkrah. Misalnya ketika LHKPN pejabat tidak sinkron, maka aparat bisa segera bertindak,” jelasnya.
BACA JUGA: PSI Semarang Dorong RUU Perampasan Aset Jadi Senjata Lawan Korupsi dan Kejahatan Lintas Sektor
Meski demikian, Junaidi mengingatkan bahwa bisa ada penyalahgunaan setiap undang-undang. Oleh karena itu, perlu pengawasan ketat terhadap aparat penegak hukum agar RUU Perampasan Aset tidak menjadi alat kepentingan tertentu.
“Maka yang penting adalah memastikan aparat penegak hukum diawasi dalam konteks kode etiknya, supaya tidak terjadi penyimpangan,” tambahnya.