SEMARANG, beritajateng.tv – Jalan menuju kehidupan yang inklusif bagi penyandang disabilitas belum sepenuhnya lapang di Kota Semarang. Bagi Faradhela Happy Rahmadan, difabel fisik asal Semarang, keluar rumah bukan perkara sederhana.
Dhela, sapaan akrabnya, memulai setiap langkahnya dengan bertarung melawan akses publik yang tak ramah bagi difabel.
Ia bercerita, tempat umum di Kota Semarang seperti mal atau pusat perbelanjaan masih belum menyediakan fasilitas memadai bagi pengguna kursi roda.
“Misal kita pengin refreshing ke mal, masih banyak yang pakai eskalator. Padahal untuk pengguna kursi roda kan kesulitan, jadi penginnya ada akses lift dan juga WC duduk sebagai fasilitas umum,” ujar Dhela saat dijumpai di Kantor Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang, belum lama ini.
Bagi difabel fisik seperti dirinya, akses ramp juga sangat penting. Menurutnya, ramp sering kali dianggap hal kecil, padahal bagi pengguna kursi roda, ramp adalah pintu utama mereka untuk dapat bergerak dengan mudah.
“Ramp itu walaupun kelihatan sepele tapi penting banget. Kalau kita naik tangga kan kesusahan juga. Jadi kita perlu ramp untuk bisa akses, seperti itu,” sambungnya.
Dhela singgung kampus Semarang yang terima mahasiswa difabel namun tak siap dengan fasilitas yang mendukung
Meski tinggal di kota besar seperti Semarang, Dhela mengaku akses pendidikan pun masih menjadi tantangan. Ia menilai, sebagian perguruan tinggi di kota ini belum sungguh-sungguh siap menerima mahasiswa difabel.
“Jangankan mal, akses pendidikan saja kadang difabel masih belum bisa masuk sepenuhnya di perguruan tinggi. Memang kampus itu menerima mahasiswa difabel, tapi nyatanya lift, ramp, dan WC untuk difabel belum ada. Jadi kan kampus menerima, tapi tidak bisa memfasilitasi difabel dengan baik,” papar dia.
Situasi itu, kata Dhela, membuat difabel sering ragu keluar rumah atau melanjutkan pendidikan. Ia menilai, seharusnya akses terhadap pendidikan menjadi hak dasar semua orang.
“Kita tuh mau keluar dari rumah seperti ragu-ragu. Padahal pendidikan itu hal dasar bagi seluruh manusia, semua orang berhak untuk berpendidikan. Kalau akses untuk pendidikan aja belum memenuhi, apalagi yang lain,” tegasnya.
Tak hanya itu, Dhela yang saat ini menjadi Sekretaris Roemah Difabel Semarang itu mengaku tak menggunakan transportasi umum lantaran keterbatasan fasilitas. Namun, ia sering mengamati halte dan kendaraan umum di Kota Semarang yang tidak mudah diakses pengguna kursi roda.
“Kalau halte itu kan naiknya tinggi banget, itu harus dikasih ramp, harus landai juga. Terus akses ke bis juga harus ada pegangan untuk kursi roda. Takutnya kan kalau meluncur sendiri,” katanya.
Lebih jauh, fasilitas WC atau toilet umum di Kota Semarang juga menjadi masalah klasik bagi penyandang disabilitas. Ia menilai, toilet ramah difabel masih sangat minim di kota ini.
“Paling di tempat-tempat umum itu toiletnya enggak ada pegangan untuk berdirinya. Toilet difabelnya masih sedikit,” ujarnya.
Kesadaran publik masih rendah, Dhela mengaku harus mengalah saat menggunakan lift
Tantangan bukan hanya soal infrastruktur, namun juga perilaku masyarakat sekitar. Dhela bercerita pernah mengalami situasi yang tak menyenangkan ketika akan menggunakan lift di salah satu mal yang penuh pengunjung.