SEMARANG, beritajateng.tv – Realisasi investasi di Jawa Tengah sepanjang Januari hingga September 2025 mencatat capaian tertinggi dalam lima tahun terakhir. Total nilai investasi mencapai Rp66,13 triliun, melampaui realisasi tahunan pada 2020, 2021, dan 2023.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Tengah, Sakina Rosellasari, mengatakan capaian ini menunjukkan Jawa Tengah masih menjadi daerah yang menarik bagi investor asing maupun domestik.
“Dari Januari sampai September 2025 sudah mencapai Rp66,13 triliun. Angka ini bahkan mengalahkan realisasi tahunan di tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya saat dijumpai di Kantor DPMPTSP Jawa Tengah, Selasa, 21 Oktober 2025.
Sakina menyebut, investasi di Jawa Tengah masih didominasi oleh sektor-sektor padat karya. Untuk penanaman modal asing (PMA), industri alas kaki menjadi yang terbesar, disusul industri karet dan plastik, serta tekstil. Sementara penanaman modal dalam negeri (PMDN) banyak berasal dari sektor makanan dan minuman.
BACA JUGA: Walikota Agustina: PERPIT Jateng Punya Peran Strategis Bangun Iklim Investasi di Semarang
“Penyerapan tenaga kerja juga luar biasa, lebih dari 326 ribu orang. Artinya investasi di Jawa Tengah ini masih padat karya,” jelasnya.
Dari total investasi Rp66,13 triliun, kata Sakina, porsi PMDN masih mendominasi dibandingkan PMA. Namun, karakter investasi padat karya ini justru menjadi kekuatan tersendiri bagi Jawa Tengah.
Sakina menilai, kombinasi sektor manufaktur, makanan-minuman, serta tekstil menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi daerah. Apalagi, Jawa Tengah memiliki sumber daya manusia yang melimpah dan biaya tenaga kerja yang kompetitif.
“Selama ini investor memilih Jawa Tengah karena SDM-nya tersedia dan karakter industrinya padat karya, berbeda dengan Jawa Barat atau Jawa Timur yang cenderung padat modal,” ungkapnya.
Meski realisasi investasi catat capaian tertinggi, Jateng kalah jumlah kawasan industri dari Jabar dan Jatim
Meski berhasil mencatat pertumbuhan investasi signifikan, Sakina mengakui bahwa Jawa Tengah masih menghadapi tantangan struktural, yakni jumlah kawasan industri yang terbatas.
“Jawa Tengah hanya memiliki sembilan kawasan industri. Sementara Jawa Barat lebih dari 140 kawasan, dan Jawa Timur lebih dari 15,” terang Sakina.
Ia menuturkan, kondisi tersebut membuat daya tarik investasi Jawa Tengah kalah dari dua provinsi tetangganya, khususnya untuk investor yang mengutamakan kemudahan perizinan. Oleh sebab itu, Pemprov Jawa Tengah mendorong percepatan pembukaan Kawasan Peruntukan Industri (KPI) baru.
“Dengan kawasan industri, pasti ada magnet investasi. Karena pengelola kawasan sudah menyiapkan izin lingkungan seperti AMDAL, serta ada insentif pajak berupa tax allowance dan tax holiday. Ini menjadi daya tarik besar bagi investor,” ujarnya.
BACA JUGA: Marak Judol, Pinjol, dan MLM Berkedok Investasi Menyasar Anak Muda, Ini Bahayanya