SEMARANG, beritajateng.tv – Kepala SMA Negeri 11 Semarang, Rr Tri Widiyastuti, membantah tudingan bahwa pihak sekolah tertutup dalam menangani kasus konten kecerdasan buatan (AI) yang menimpa sejumlah alumni dan siswi sekolahnya.
Sejak awal pihak sekolah terbuka dan aktif menggali informasi dari berbagai sumber untuk mendampingi korban. Tri menegaskan hal tersebut saat beritajateng.tv temui di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jawa Tengah pada Kamis, 23 Oktober 2025.
“Tidak ada yang kami tutup-tutupi. Kami terbuka. Informasi terus kami gali dari wakil kepala sekolah dan para guru. Kami berdialog dan berdiskusi soal masalah ini,” ujarnya.
Tri menilai, anggapan bahwa sekolah menolak laporan korban dan meminta mereka langsung mengadu ke dinas merupakan kesalahpahaman.
“Itu keliru. Kami sudah meminta tim kesiswaan dan guru untuk bersama-sama memfasilitasi korban. Kalau korban datang ke sekolah, tentu akan kami bantu dan fasilitasi,” tegasnya.
BACA JUGA: Update Kasus Konten AI Chiko Viral di Semarang: 15 Korban Tunjuk Pengacara, Polisi Dalami
Meski begitu, hingga saat ini belum ada korban yang secara resmi melapor langsung ke pihak sekolah.
Sekolah Tegaskan Berpihak pada Korban
Kepala sekolah juga menegaskan bahwa posisi sekolah jelas, berpihak pada korban dan menolak segala bentuk tindakan yang mencoreng nilai moral maupun karakter siswa.
“Kami berpihak pada korban. Sekolah tidak menyetujui adanya tindakan asusila dalam bentuk apa pun. Sekolah adalah tempat membentuk karakter yang baik,” tegasnya.
Tri menambahkan, tidak ada intervensi dari pihak orang tua pelaku maupun pihak luar terhadap langkah sekolah dalam penanganan kasus ini.
“Tidak ada intervensi, baik kepada sekolah maupun secara pribadi,” ujarnya.
Klarifikasi Tertutup Demi Nama Baik Sekolah
Terkait klarifikasi terduga pelaku yang berlangsung secara tertutup, Tri menjelaskan bahwa langkah tersebut semata-mata untuk menjaga nama baik lembaga, bukan karena sekolah terlibat langsung dalam kasus tersebut.
“Klarifikasi dilakukan karena ada nama lembaga yang ikut terseret. Kami perlu menjelaskan agar masyarakat tahu sekolah tidak terlibat,” jelasnya.
Ia juga mengonfirmasi bahwa kasus ini baru diketahui setelah ramai diperbincangkan di media sosial.
“Kami tahunya dari media sosial, bukan laporan internal. Karena yang terlibat adalah alumni, ranahnya sudah masyarakat umum,” katanya.
Soal Dugaan Guru Jadi Korban dan Bukti Digital
Menanggapi isu adanya guru yang juga menjadi korban, Tri menyebut pihaknya belum menerima laporan resmi.