SEMARANG, beritajateng.tv – Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Nurul Ichwan menegaskan, meski pemerintah melarang impor pakaian bekas, pelaku industri tidak perlu pesimis. Justru momentum tersebut bisa menjadi kesempatan untuk menghadirkan produk lokal dengan kualitas dan harga yang kompetitif.
“Kalau kemudian thrifting-nya dilarang, yang harus kita pikirkan adalah bagaimana bisa berkolaborasi menghasilkan produk-produk yang kualitasnya sama atau lebih baik dengan harga yang sama seperti thrifting. Jangan merasa sengsara hanya karena dilarang,” jelasnya saat beritajateng.tv temui di Gedung Dekanat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro pada Sabtu, 8 November 2025.
Fenomena thrifting atau jual beli pakaian bekas impor semestinya menjadi pembelajaran untuk memperkuat industri sandang dalam negeri. Menurutnya, pasar thrifting yang besar menandakan adanya potensi ekonomi yang seharusnya bisa produsen lokal manfaatkan.
“Ketika kemarin pemberlakuan thrifting itu dan ternyata market-nya bagus, artinya investment is led by market. Sekarang kita tahu bahwa pasar untuk produk thrifting, pakaian dan sandang, itu memang ada,” terangnya.
Ichwan menekankan pentingnya memanfaatkan pasar domestik yang sudah terbentuk melalui thrifting, namun dengan menjaga suplai lewat kemampuan produksi dalam negeri. Ia menilai, ketergantungan pada impor pakaian bekas justru bisa menjadi beban bagi ekonomi nasional.
“Karena produk [thrifting] ini dari luar, maka menjadi beban terhadap impor yang masuk ke Indonesia. Negara lain seperti Amerika pun melindungi pasar mereka dengan tarif resiprokal yang tinggi. Masa kita mau kasih keuntungan pasar kita ke negara lain?” ujarnya.
BACA JUGA: Soal Menkeu Purbaya Larang Impor Thrifting, Apindo Semarang: Langkah Lindungi Pengusaha Lokal
Lebih lanjut, Ichwan mendorong para pelaku usaha atau importir untuk bertransformasi menjadi produsen lokal. Langkah ini ternilai sebagai solusi jangka panjang agar tetap bisa memenuhi kebutuhan pasar tanpa melanggar aturan impor.
“Akan sangat baik kalau importir-importir ini mencari celah menjadi produsen yang bisa mensuplai kembali pasar produk yang sebelumnya di isi oleh thrifting,” tambahnya.
Meski demikian, Nurul mengakui bahwa transisi ini tidak akan mudah. Namun, ia menilai tantangan tersebut adalah bagian dari upaya membangun kemandirian ekonomi nasional.
“Saya tahu itu tidak sesederhana itu. Tapi ini tantangan yang memang harus dihadapi,” tutupnya.













