Jateng

Aliansi Buruh Khawatir Penetapan UMP Jateng Molor ke 8 Desember: Rawan Tarik Ulur Pengusaha-Pekerja

×

Aliansi Buruh Khawatir Penetapan UMP Jateng Molor ke 8 Desember: Rawan Tarik Ulur Pengusaha-Pekerja

Sebarkan artikel ini
Buruh Penetapan UMP
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah, Ahmad Aziz, saat dijumpai di kantornya, Rabu, 5 November 2025 sore. (Made Dinda Yadnya Swari/beritajateng.tv)

SEMARANG, beritajateng.tv – Penetapan upah minimum provinsi (UMP) yang diundur menjadi 8 Desember 2025 memantik kritik aliansi buruh di Jawa Tengah.

Diketahui, rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang mengatur penetapan UMP dan upah minimum sektoral provinsi (UMSP) Jawa Tengah 2026 akan ditetapkan pada tanggal 8 Desember 2025.

Sementara, untuk upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) akan ditetapkan pada 15 Desember 2025.

Koordinator Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT), Aulia Hakim, menilai mundurnya penetapan UMP dan UMSP itu terjadi karena adanya kekosongan regulasi.

“Mengapa molor? Saat ini memang sedang terjadi kekosongan regulasi pengupahan pascaputusan MK 168 tahun 2023. Sampai saat ini terakit pengupahan kan belum selesai ya,” ujar Aulia saat beritajateng.tv hubungi via WhatsApp, Minggu, 23 November 2025.

Aulia menilai, kekosongan regulasi upah pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 membuat proses penetapan UMP Jawa Tengah rawan tarik ulur antara buruh dan pengusaha.

BACA JUGA: UMP dan UMSP Jateng 2026 Rencananya Penetapan 8 Desember 2025

“Sehingga plus minus bagi kita sebenarnya terkait dengan konsep yang harus kami buat ya. Ini kan dari pemerintah selalu mengatakan menunggu regulasi,” ucapnya.

Ia menyebut ketidakpastian itu memaksa buruh menyiapkan beberapa skema usulan upah.

“Ini kita mau pakai regulasi mana saja? Sehingga kita harus menyiapkan konsep plan A, plan B-nya. Tetapi pada prinsipnya kalau pemerintah fair sebenarnya bisa mengacu kepada putusan MK 168 terkait upah,” lanjutnya.

Aulia menilai, pembahasan regulasi yang berlarut-larut justru membuka ruang negosiasi yang tidak sehat.

“Sehingga kalaupun ini terlalu lama, kami khawatir ini menjadi sebuah peluang antara buruh dengan pengusaha ini semakin tarik ulur,” ujar Aulia.

Oleh sebab itu, pihaknya meminta pemerintah tak menunda penetapan aturan teknis pengupahan.

“Jangan terlalu lamalah, kalau pemerintah mau serius membuat regulasi itu ya ambil saja dari putusan 168. Sebenarnya begitu saja, sih,” tegasnya.

Aliansi buruh dorong UMP Jateng berbasis KHL penuh

Menanggapi pernyataan Pemprov Jawa Tengah yang belum bisa memastikan apakah upah minimum 2026 khususnya Kota Semarang dapat mencapai kisaran Rp4 jutaan, Aulia menegaskan pemerintah daerah seharusnya memahami kondisi riil upah di wilayahnya.

Ia menekankan bahwa putusan MK 168 mewajibkan pemerintah mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL) sebagai dasar penetapan upah.

“Mengacu MK 168 itu mempertimbangkan KHL, kebutuhan hidup layak. Ini yang menjadi penting ya. Kalau kita mau memangkas disparitas memang butuh tahapan,” kata Aulia.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan