SEMARANG, beritajateng.tv – Belum keluarnya aturan resmi terkait penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dari pemerintah pusat menimbulkan tanda tanya besar di kalangan pelaku ekonomi, baik pengusaha maupun serikat buruh.
Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip), Wahyu Widodo, menilai keterlambatan tersebut berdampak langsung pada psikologis pasar serta kepastian perencanaan usaha.
“Yang pertama tentu kita bertanya, ada apa secara kebijakan? Semua aturannya sudah jelas soal UMP dan UMK. Formulanya juga sudah jelas,” ujar Wahyu saat beritajateng.tv hubungi via panggilan WhatsApp, Jumat, 12 Desember 2025.
Ia menilai, jika tidak ada urgensi dari kelembagaan dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), keterlambatan ini sulit dipahami dan justru memicu ketidakpastian.
“Kalau terlalu lama ini menjadi kurang baik dari sisi psikologis market. Pelaku usaha butuh kepastian untuk melakukan perencanaan ke depan dan menghadapi kemungkinan-kemungkinan terkait kenaikan upah,” tegasnya.
Menurutnya, pemerintah perlu memberikan penjelasan terbuka mengenai alasan belum diterbitkannya aturan tersebut.
“Secara kelembagaan sebenarnya butuh penjelasan alasannya kenapa. Itu memberi kepastian kepada market,” sambungnya.
Buruh juga terdampak, ekspektasi naik dan belanja tertahan
Selain pengusaha, Wahyu menyebut kelompok pekerja atau buruh juga terdampak dari aspek psikologis. Mereka menunggu kepastian upah untuk menyesuaikan konsumsi dan perencanaan pengeluaran.
“Ekspektasinya tentu meningkat sesuai harapan mereka. Itu berpengaruh terhadap perilaku belanja dan ekspektasi ke depan seperti apa,” ujarnya.
Ia menilai, kelompok buruh juga sudah mempersiapkan langkah apabila kebijakan nantinya tidak sesuai tuntutan.
BACA JUGA: UMP Jateng Belum Bisa Penetapan 8 Desember, Hingga Kini PP Kemnaker Belum Turun
“Kalau kebijakannya tidak cocok dengan mereka, pasti mereka sudah punya planning untuk itu,” ucapnya.













