SEMARANG, beritajateng.tv – Tambang di lereng Gunung Slamet yang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah sebut tak akan berpotensi menimbulkan bencana seperti di Pulau Sumatera mendapat kritik pengamat lingkungan.
Pakar lingkungan dan tata kota Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Mila Karmila, menyayangkan pola pemikiran pejabat pemerintah yang cenderung tak preventif.
Ia mencontohkan longsor yang belum lama ini terjadi di daerah Banjarnegara, yang mana tak ada pertambangan di daerah sana.
“Ya kalau sekarang memang belum. Lah, jangankan itu, kemarin saja hujan di Banjarnegara mengakibatkan longsor. Di sana enggak ada tambang loh, hanya perkebunan. Itu saja sudah menimbulkan permasalahan,” ujar Mila saat beritajateng.tv hubungi via panggilan WhatsApp, Minggu, 14 Desember 2025.
Mila pun menilai pemerintah tak cukup menaruh perhatian kepada potensi bencana yang mungkin terjadi.
“Saya pikir pemerintah itu yang tidak punya kepeduliannya terhadap terhadap lingkungan dan dampak yang timbul dari kegiatan [tambang] itu. Nanti kalau sudah terjadi, baru kemudian repot melakukan inilah, itulah. Itu kan namanya terlambat,” tegasnya.
Dalam hematnya, pemerintah kerap kali bertindak apabila bencana sudah telanjur terjadi.
“Jadi yang selalu pemerintah lakukan kan seperti itu, sudah ada kejadian baru kemudian mereka merespons. Nah, itu kan harusnya jangan kuratif ya, tapi preventif,” ucap Mila.
Mila soroti warga setempat yang paling terdampak dengan adanya aktivias tambang di lereng Gunung Slamet
Lebih jauh, Mila menegaskan persoalan utama aktivitas pertambangan bukan semata soal skala atau perbandingan dengan bencana di daerah lain, melainkan siapa pihak yang menanggung dampaknya.
“Sebenarnya tambang itu untuk siapa? Untuk siapa? Apakah memang itu untuk warga?” ujar Mila.
Menurutnya, dalam banyak kasus, hasil tambang tidak masyarakat setempat nikmati, sementara dampak lingkungan justru harus warga sekitar lokasi tanggung.
“Kadang tambang itu sebenarnya bukan untuk warga masyarakat setempat. Diproduksi di situ tapi dikonsumsi oleh orang lain di luar dari warga itu. Malah warga itu yang kemudian mendapatkan dampaknya,” tegasnya.
Ia mencontohkan aktivitas tambang galian C yang berpotensi menimbulkan polusi udara hingga longsor apabila tidak disertai rehabilitasi lingkungan.
“Kalau tambangnya galian C akan menimbulkan polusi udara, kemudian nanti kalau tidak ada rehabilitasi maka terjadi longsor,” ucap Mila.
BACA JUGA: Viral Tambang di Banyumas Kena Protes, Ahmad Luthfi: Videonya Kasih Saya, Yang Tahu Kamu Bukan Saya
Tak hanya itu, Mila juga menyinggung risiko aktivitas panas bumi yang dampaknya langsung masyarakat sekitar rasakan.













