SEMARANG, beritajateng.tv – Tak banyak orang yang mau meninggalkan kehidupan glamor demi menjadi seorang petapa dalam kehidupan saat ini. Tuntutan untuk menjauhi segala keinginan duniawi tentunya bukan hal yang mudah. Namun tidak bagi Atthasilani Gunanandini yang satu ini.
Atthasilani ini telah memantapkan hatinya sebagai biarawati Buddhis sejak usia 18 tahun. Dengan ramah dan penuh senyum, perempuan yang sapaan akrabnya Sila Guna itu menyambut awak beritajateng.tv yang berkunjung ke Vihara Tanah Putih beberapa waktu lalu.
Berbalut jubah putih sederhana, Sila Guna mengungkap ceritanya saat menjadi seorang Atthasilani. Ia menyebut, keinginan menjadi seorang Atthasilani bermula dari rasa penasarannya terhadap ajaran Buddha.
Musababnya, Sila Guna menjadi satu-satunya siswa beragama Buddha saat menempuh pendidikan di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Minimnya informasi yang ia peroleh tentang ajaran Buddha membuat rasa penasarannya semakin tumbuh.
“Waktu umur 18 tahun, itu saya lulus SMA. Saya penasaran dengan ajaran Buddha. Saya dulu sekolah di salah satu SMA di Banyuwangi dan di sana saya jadi satu-satunya siswa beragama Buddha,” ungkap Sila Guna.
Menjadi minoritas lantas tak membuatnya berpikir untuk meninggalkan agama Buddha. Justru ia semakin memantapkan hatinya untuk belajar agama Buddha secara mendalam. Sebab, selama ini ia hanya mengetahui Buddhisme sebatas anjuran berlaku baik dan hukum karma (sebab-akibat) belaka.
“Awalnya saya hanya tau basic agama Buddha saja, kaya anjuran berbuat baik dan hukum karma saja. Semenjak ikut pelatihan Atthasilani, saya mulai mendalami meditasi dan akhirnya saya menyadari bahwa tidak ada yang kekal di dunia ini. Ini yang membuat saya memantapkan hati menjadi Atthasilani,” tuturnya.
BACA JUGA: Umat Buddha Gelar Ibadah Puja Bakti Trisuci Waisak 2567/2023
Kebimbangan muncul di tahun ketujuh menjadi Atthasilani
Menjadi seorang Atthasilani bukan hanya tentang diri sendiri. Banyak faktor eksternal yang harus Sila Guna hadapi, khususnya restu dari kedua orang tua.
Saat ia memasuki usia ke-25 atau tahun ketujuhnya menjalani pelatihan Atthasilani, sang ibunda selalu mendesaknya dengan agar kembali menjalani kehidupan berumah tangga.
“Awalnya kan saya bilang kepada orang tua niatnya belajar saja, setelah selesai berlatih sebagai Atthasila saya ingin kembali ke kehidupan berumah tangga. Jadi wajar ditanya terus kapan mau kembali,” terang Sila Guna.
“Di usia 25 tahun itu muncul kebimbangan. Tetapi saya beruntung punya guru ya, yakni Bhante yang selalu support dan memberi arahan, sehingga saya yakin dengan apa yang menjadi pilihan saya,” imbuhnya.
Sila Guna memiliki cara unik untuk meyakinkan orang tuanya terhadap jalan yang ia pilih. Ia mengaku sempat kesulitan untuk meyakinkan sang ibunda karena baginya anak tetaplah menjadi seorang anak di mata orang tua. Hal itu yang menyebabkan kedua orang tuanya tak terlalu menimbang keinginannya.