SEMARANG, beritajateng.tv – Angka perceraian di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam buku bertajuk Provinsi Jawa Tengah dalam Angka 2023, perceraian yang tercatat di Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama pada tahun 2022 sentuh angka 85.412. Sebelumnya, jumlah perceraian di tahun 2020 tercatat sebanyak 65.755 dan tahun 2021 sebanyak 75.509.
Adapun wilayah yang menyumbang angka perceraian terbanyak yakni Kabupaten Cilacap dengan 6.298 kasus perceraian. Kemudian berlanjut Kabupaten Brebes sebanyak 5.739 kasus dan Kabupaten Banyumas sebanyak 4.914 kasus.
Berdasarkan data BPS, faktor perselisihan dan pertengkaran terus-menerus atau constant arguing menjadi penyumbang utama tingginya angka perceraian di Jateng pada tahun 2022. Tercatat sebanyak 40.283 kasus terjadi karena perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga.
BACA JUGA: Angka Perceraian Tinggi di Jateng, BKOW Beri Pelatihan Pra Nikah Bagi Masyarakat
Menanggapi angka perceraian di Jateng yang terus melejit, psikolog keluarga sekaligus dosen Universitas Semarang, Probowatie Tjondronegoro menyebut kurangnya pendidikan pra menikah menjadi salah satu faktor penyebab tingginya kasus perceraian.
Terlebih, seseorang yang percaya bahwa ia dapat mengubah sifat pasangannya ketika menikah juga menjadi pemicu perceraian dapat terjadi. Probo, sapaan akrabnya, menyebut perlunya penyesuaian masing-masing individu ketika hendak membangun sebuah rumah tangga.
“Suami yang dibesarkan di keluarga X dan istri yang besar dengan didikan keluarga Y itu tidak bisa disatukan jika masih membawa ego masing-masing. Kalau mau menikah, suami harus memotong separuh egonya, istri juga begitu,” ujar Probo saat beritajateng.tv hubungi melalui sambungan WhatsApp, Senin, 18 September 2023.
Penyebab tingginya angka perceraian di Jateng
Lebih lanjut, menurutnya, tidak ada siapa pun yang dapat mengubah tabiat seseorang hanya dengan alasan percintaan. Angka perceraian yang tinggi, termasuk di Jateng, menurut Probo dilandasi karena kurangnya pemahaman yang baik antar suami istri. Sehingga, bukan hal yang mustahil pertengkaran dapat timbul di dalam rumah tangga.
“Kita tidak bisa mengubah seseorang demi cinta, tetapi kalau memahami bisa. Hakikatnya dalam perkawinan itu kan menyesuaikan langkah dan menyatukan arah,” sambungnya.
Terkait pernikahan usia dini yang marak terjadi di tiga wilayah itu, Probo angkat bicara. Menurutnya, usia biologis seseorang tidak berkaitan dengan kematangannya dalam menikah. Sehingga, bagi Probo, tak ada patokan usia ideal untuk menikah.