Menurutnya, Pemprov Jawa Tengah juga telah mendirikan sejumlah sekolah bagi pelajar difabel, dengan data yang terus ada pembaruan. Namun, ia mengakui ketersediaan tenaga pengajar khusus masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dibenahi.
“Kekurangannya adalah guru kemarin. Dan ini semua akan kita perbaiki karena rata-rata guru-gurunya harus sabar, bisa, dan profesional,” jelasnya.
BACA JUGA: Ada 70 Ribu Difabel di Jateng, Dinas Sosial Buka Peluang Kerja Lewat Pelatihan Pijat hingga Industri Alas Kaki
Lebih jauh, Luthfi menegaskan pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan kelompok difabel mendapatkan hak yang sama, baik dalam pendidikan, pekerjaan, maupun kegiatan sosial.
“Saya adalah bapaknya difabel Jawa Tengah. Karena saya tiap hari dengan anak saya, jadi difabel pun bukan orang lain bagi saya,” katanya.
Ia menyebutkan, saat ini Pemprov Jawa Tengah juga tengah memperluas program Kecamatan Berdaya, inisiatif pemberdayaan masyarakat berbasis wilayah yang mencakup kelompok difabel, perempuan, lansia, hingga pemuda tani milenial.
“Di dalamnya ada kelompok difabel, mereka dapat pelatihan di kecamatan. Ada juga kelompok perempuan berdaya dan petani milenial di desa-desa,” terangnya.
Melalui program tersebut, kata Luthfi, kelompok difabel didorong untuk memiliki keterampilan dan daya saing ekonomi, termasuk melalui pelatihan dan dukungan usaha kecil.
“Pemerintah wajib hadir untuk memberikan jaminan terkait dengan pekerjaan mereka, keterampilan mereka, kemudian UMKM mereka, sehingga mereka punya daya guna bagi diri sendiri maupun orang lain,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi













