BACA JUGA: Angka Kelahiran di Kota Semarang Turun, Hingga Juni 2025 Baru Catatkan 10.066 Akta
“Kalau anak lahir dari pernikahan siri, akta kelahirannya tetap bisa kami terbitkan. Tapi sebagai anak ibu. Nama ayah tidak tercantum karena tidak ada dokumen autentik berupa akta nikah atau penetapan pengadilan,” tutur Yudi, Rabu, 30 Juli 2025.
Dalam sistem administrasi kependudukan, pasangan yang menikah secara siri akan tercatat sebagai “kawin tidak tercatat”. Yakni status yang muncul di kartu keluarga dan biodata jika tidak ada nomor register dari KUA atau catatan sipil.
“Kalau tidak ada bukti nikah, maka tidak bisa dimasukkan ke sistem sebagai pasangan resmi. Tapi tetap kami catat sebagai kawin tidak tercatat jika mereka melapor,” terangnya.
Namun, Yudi mengakui, kebanyakan pasangan nikah siri tidak melaporkan status pernikahannya ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang. Akibatnya, pencatatan administrasi pun sering kali hanya pihak ibu lakukan saat mengurus akta anak.
“Biasanya ibu yang datang sendiri mengurus. Jadi kami catat sebagai anak dari si ibu. Namanya tetap dapat, hak administrasinya tetap dapat,” cetusnya.
Bisa Sekolah dan Dapat BPJS
Meski hanya tercatat sebagai anak ibu, Yudi menegaskan anak tersebut tetap berhak mendapatkan semua layanan dasar, termasuk pendidikan dan kesehatan.
“Akta kelahiran tetap sah. Anak bisa sekolah, bisa didaftarkan BPJS, bisa ikut program UHC, semua tetap bisa,” paparnya.
Lebih lanjut, mengungkapkan bahwa persoalan pengurusan akta kelahiran untuk anak hasil pernikahan siri terjadi setiap tahun di Kota Semarang. Namun untuk jumlahnya memang tidak besar, tetapi konsisten.
“Setiap tahun selalu ada. Tidak banyak, tapi terus ada. Yang penting akta kelahiran tetap bisa terbit meski tidak ada buku nikah,” tandasnya. (*)
Editor: Elly Amaliyah