“Platform digital tidak bisa kita biarkan berjalan tanpa aturan. Jika tidak ada regulasi, maka persaingan antara media sosial dan televisi hanya akan menciptakan ketidakadilan. Negara perlu hadir sebagai penyeimbang,” terang Gilang.
FGD di Semarang ini merupakan forum kedua setelah sebelumnya terselenggara di Kota Bandung. Rangkaian diskusi tersebut nantinya akan menjadi rekomendasi resmi ATVSI untuk disampaikan kepada Komisi I DPR RI dalam pembahasan revisi UU Penyiaran.
Rektor Untag Semarang, Prof. Suparno, menilai revisi regulasi penyiaran adalah langkah tepat untuk mengimbangi perubahan zaman.
Menurutnya, perkembangan teknologi menuntut hadirnya aturan baru yang lebih adaptif.
“Undang-Undang yang sudah berusia puluhan tahun tentu tidak bisa lagi menjawab tantangan komunikasi digital. Revisi perlu agar media tetap berada dalam koridor hukum yang jelas, sekaligus menjunjung tinggi kebenaran,” ucapnya.
Suparno menambahkan, regulasi baru nantinya tidak hanya berfungsi sebagai dasar hukum. Tetapi juga menjaga keberlangsungan industri penyiaran sekaligus ketertiban publik dalam mengonsumsi informasi.
Diskusi publik ini menguatkan pandangan bahwa revisi UU Penyiaran tidak bisa lagi di tunda. ATVSI bersama kalangan akademisi berharap pemerintah dan DPR dapat mempercepat pembahasan regulasi baru agar tercipta ekosistem penyiaran Indonesia yang lebih kompetitif, adil, dan berkelanjutan di tengah dominasi digital. (*)
Editor: Elly Amaliyah