Sejak pindah ke Kota Semarang pada tahun 2004, Agus bertekad untuk mengabdikan hidupnya untuk orang-orang terpinggirkan.
Ia ingin membantu siapapun yang ia temui. Baik pelacur, orang miskin, waria, hingga gelandangan. Bagi Agus, mereka semua layak hidup penuh kasih sayang.
Pun, meski ia merupakan seorang pendeta, Agus tak mengotak-otakkan orang yang akan ia tolong. Apapun suku, ras, dan agamanya.
“Agama adalah sumber konflik di Indonesia. Makanya untuk menengahinya adalah humanity atau kemanusiaan. Kemanusiaan si atas ritual keagamaan,” ucap Agus.
Bagi Agus, ibadah kepada Tuhan lebih dari ritual-ritual keagamaan. Menolong sesama manusia lebih penting daripada ritual keagamaan.
Oleh karenanya, sejak tahun 2015, Agus dan istrinya membangun sebuah yayasan bernama Yayasan Hati Bagi Bangsa. Di yayasan itu, Agus membantu sesama manusia tanpa pandang bulu dan syarat.
“Ngasih makan orang lapar, ngobatin orang sakit, merawat yang dianggap kotor sama orang lain, itu bagi saya adalah ibadah,” tandasnya. (*)
Editor: Farah Nazila