Jateng

Bajaj Dinilai Belum Sesuai untuk Semarang: Regulasi Tak Jelas dan Berpotensi Timbulkan Masalah Baru

×

Bajaj Dinilai Belum Sesuai untuk Semarang: Regulasi Tak Jelas dan Berpotensi Timbulkan Masalah Baru

Sebarkan artikel ini
Semarang Bajaj semarang
Menikmati suasana Kota Semarang sore hari saat naik bajaj. (Yuni Esa Anugrah/beritajateng.tv)

SEMARANG, beritajateng.tv – Kehadiran transportasi bajaj di Kota Semarang dinilai belum tepat dan berpotensi menimbulkan persoalan baru di tengah belum jelasnya regulasi transportasi perkotaan. Hal itu sebagaimana penuturan Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat.

Menurut Djoko, meski bajaj dinilai lebih aman dan nyaman bagi penumpang, kehadirannya di Semarang tidak sesuai dengan karakteristik kota dan aturan yang berlaku.

Ia menilai hingga kini belum ada izin resmi yang mengatur operasional bajaj sebagai angkutan umum di Semarang.

“Kalau di Semarang belum ada izinnya, mestinya tidak bisa beroperasi. Ini masalahnya, pemerintah tidak konsisten. Ojek online (ojol) yang jelas bukan angkutan umum dibiarkan jalan, sementara bajaj juga belum ada dasar hukumnya,” tegas Djoko saat beritajateng.tv konfirmasi pada Selasa, 7 Oktober 2025.

BACA JUGA: Raksasa Otomotif India Bajaj Auto Rambah Global, Bajaj di Semarang Jadi Wajah Baru Transportasi Kota

Akademisi dari Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Semarang itu menyebut persoalan bajaj di Semarang mencerminkan ketidaktegasan pemerintah dalam penataan transportasi perkotaan.

Ia pun menyoroti ambiguitas regulasi antara transportasi konvensional berizin dan moda digital seperti ojek daring.

“Kalau anggap bajaj angkutan umum, seharusnya pakai pelat kuning dan wajib uji kendaraan berkala. Tapi kalau tanpa izin tetap beroperasi, ya sama saja seperti ojol yang juga tidak punya izin resmi. Ini menunjukkan pemerintah gamang,” kritiknya.

Ia menambahkan, daerah lain seperti Banyumas dan Cilacap sudah mengatur operasional bajaj secara legal, sementara di Semarang justru muncul tanpa payung hukum yang jelas.

Tidak Cocok di Wilayah Kota, Lebih Tepat di Pinggiran

Selain regulasi, Djoko juga menilai kondisi geografis dan tata lalu lintas Semarang kurang mendukung keberadaan bajaj di pusat kota. Menurutnya, bajaj akan lebih cocok jika sebagai angkutan pengumpan (feeder) di daerah perbukitan seperti Gunungpati dan Mijen, bukan di area perkotaan yang padat kendaraan.

“Kalau di kota justru bisa menambah keruwetan lalu lintas. Lebih cocok di daerah pinggiran yang tanjakannya banyak. Mesinnya empat tak, kuat nanjak, tapi kalau di tengah kota bisa bentrok dengan arus kendaraan besar,” jelasnya.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan