“Jangan tergiur gaji tinggi sekali, atau iming-iming ‘minggu depan langsung berangkat’, karena kita tahu untuk kerja resmi butuh waktu. Contohnya belajar bahasa Jepang sampai N4 saja butuh 6–8 bulan,” tegasnya.
Modus TPPO jual janji pekerjaan di negara maju, namun justru kirim korban ke negara berisiko
Lebih jauh, Leontinus menjelaskan pola rekrutmen TPPO yang kerap memanfaatkan nama negara-negara maju seperti Jepang atau negara Eropa untuk menarik korban. Faktanya, banyak korban justru dikirim ke negara berisiko tinggi dan dieksploitasi.
“Oh, modusnya macam-macam. Namanya penipu kan menjanjikan yang bagus-bagus. Menjanjikan jenis pekerjaan yang bagus, lokasi pekerjaan yang bagus,” kata Leontinus.
“Ya, tapi akhirnya sayangnya perginya ternyata ke negara-negara yang tidak baik. Ke pekerjaan-pekerjaan yang ternyata itu pekerjaan kejahatan. Nah, ini harus hati-hati,” lanjutnya.
BACA JUGA: Puluhan Warga Jateng jadi Korban TPPO di Eropa, Sebagian Enggan Pulang Demi Gaji Tinggi
Ia menegaskan, program resmi seperti SMK Go Global memiliki jalur legal yang jelas, mulai dari persiapan skill, bahasa, hingga pengetahuan budaya negara tujuan. Hal ini berbeda jauh dari modus TPPO yang menawarkan proses instan.
Leontinus juga menyebut negara tujuan pekerja migran resmi cukup beragam, mulai Jepang, Jerman, Turki, Slovakia, Singapura, hingga Uni Emirat Arab. Namun seluruhnya mensyaratkan kompetensi yang tidak bisa dipenuhi secara mendadak.
“Targetnya cukup besar. Terakhir saya dapat info sekitar 500 ribu pekerja yang akan kita siapkan skill-nya, bahasanya, mental dan pengetahuan budayanya untuk dikirim ke luar negeri,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi













