“Kemudian orang tua kami waktu itu memberi nama makam para leluhur sebelum kami ada di sini dengan nama makan Jati Wayang, karena waktu itu banyak pohon jati di sini,” lanjutnya.
Festival Jati Wayang sempat vakum dua tahun
Sementara itu, lanjut Elly, tahun ini merupakan pelaksanaan keempat setelah sempat vakum selama 2 tahun pada tahun 2020 dan 2021. Sedangkan Festival Jati Wayang pertama kali berlangsung pada tahun 2018 lalu.
Ia pun berharap dengan festival semacam ini dapat merukunkan masyarakat khususnya warga keturunan Citarum di Jati Wayang.
“Di tengah perkotaan masih ada nguri-nguri budaya, ini mengguyupkan karena dalam pelaksanaan ini melalui proses yang panjang melihatkan berbagai elemen, dari anak-anak, remaja bapak-bapak hingga sesepuh,” harapnya.
Sementara itu, salah satu peserta kirab Ida Ratna warga RT 01 RW 03 mengaku antusias mengikuti serangkaian acara. Dalam acara ini, Ida yang hadir bersama rombongan RT 01 berdandan layaknya lakon wayang zaman dulu yakni Pandawalima. Mereka memeragakan berbagai lakon mulai dari Srikandi, Dewi Sinta, hingga tak ketinggalan rakyat jelata.
“Ini sebagai nguri-nguri budaya Jawa, karena anak-anak sekarang kalo masalah budaya Jawa agak kurang. Dengan adanya festival ini mengembalikan nguri-nguri budaya tadi supaya nggak hilang. Kebetulan di wilayah kami ada tempat yang harus kita lestarikan namanya Jati Wayang,” ucapnya.
Ia pun berharap dengan mengikuti festival ini dan berdandan layaknya wayang dapat mengenalkan kebudayaan wayang kepada generasi muda. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi