Jateng

Berdiri Sejak Masa Kolonial 1926, Pondok Boro Jadi Rekam Rejak Urbanisasi di Kota Semarang

×

Berdiri Sejak Masa Kolonial 1926, Pondok Boro Jadi Rekam Rejak Urbanisasi di Kota Semarang

Sebarkan artikel ini
Pondok Boro Semarang
Tampak bangunan Pondok Boro di Kelurahan Kauman, Kecamatan Semarang Tengah, masih kokoh berdiri sejak 1926, Kamis, 16 Oktober 2025. (Yuni Esa Anugrah/beritajateng.tv)

SEMARANG, beritajateng.tv – Jauh sebelum apartemen menjulang dan rumah indekos bertebaran di Kota Semarang, sudah ada satu tempat yang menjadi saksi awal pergerakan urbanisasi di kota ini. Namanya Pondok Boro, hunian sederhana yang berdiri sejak tahun 1926, di masa pemerintahan Belanda, dan hingga kini masih setia menjadi rumah bagi para perantau di Kota Semarang.

Taryono, pengelola Pondok Boro yang akrab disapa Mas Yono, menuturkan bahwa keberadaan pondok ini bermula dari rasa iba pemiliknya terhadap para perantau dari Kebumen yang datang mencari penghidupan di Semarang.
Pada masa kolonial, banyak dari mereka tidur di emperan toko karena tak mampu menyewa rumah.

“Zaman dulu orang Kebumen ke Semarang itu tidurnya di emperan toko. Karena kasihan, pengelola memberi izin mereka tidur di gudang. Dari situlah sebutan Pondok Boro tempat orang perantau,” ujar Yono saat beritajateng.tv temui di lokasi pada Kamis, 16 Oktober 2025.

Nama “Boro” sendiri berasal dari istilah Jawa untuk “perantau”. Maka, sejak awal, Pondok Boro bukan sekadar tempat singgah, tetapi simbol solidaritas sosial antarsesama perantau yang saling menopang di tanah rantau.

BACA JUGA: Potret Pondok Boro, Penginapan Rp4 Ribu Semalam di Tengah Kota Semarang, Penyelamat Pekerja Kecil

Selama hampir satu abad, sistem sosial di Pondok Boro nyaris tak berubah. Prinsipnya masih sama gotong royong dan kekeluargaan. Setiap penghuni diwajibkan memiliki penanggung jawab agar kehidupan di pondok tetap tertib dan saling peduli.

“Kalau ada yang telat bayar, ya kita hampiri. Kita bukan menagih, tapi cari solusi bareng. Wong di sini itu saudara,” katanya.

Meski biaya sewa hanya Rp4.000 per malam, penghuni sudah mendapat fasilitas dasar seperti listrik dan kamar mandi bersama. Sistemnya sederhana, namun bertahan karena rasa kebersamaan yang kuat.

Kini ada sekitar 90 penghuni, sebagian besar bekerja sebagai pedagang kecil atau pekerja harian, bahkan beberapa sudah lanjut usia.

Pondok Boro Semarang: Warisan Sosial dari Masa Kolonial

Pondok Boro masih mempertahankan bentuk fisik lamanya. Struktur kayu dan genting tua masih kokoh, hanya diperbaiki secara sederhana bila ada yang bocor atau lapuk.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan