“Saya percaya bahwa Kota Semarang punya kekuatan pada anak-anak mudanya, terlebih mahasiswa. Tapi kita juga tidak boleh terlalu optimis sebab kita dihadapkan dengan fakta bahwa hari ini literasi Semarang cukup rendah,” ucapnya.
Maring Institute impikan sentuh lebih banyak lapisan masyarakat
Fathul turut menyoroti jumlah toko buku di Semarang yang kian menurun. Sebagian toko buku dengan nama besar terus berjuang untuk bertahan, bahkan beberapa telah gulung tikar akibat mlempemnya pembelian buku.
“Kami punya cita-cita besar untuk selain masuk ke perguruan tinggi, tapi kami juga bisa masuk ke SD, SMP, hingga SMA untuk menjangkau lebih banyak masyarakat yang ada di Semarang. Kami sadar bahwa kami harus terus berupaya membangun literasi di Kota Semarang,” lanjutnya.
Meski baru berusia tujuh bulan, tapi Maring Institute telah aktif melakukan banyak kegiatan. Mulai dari kegiatan literasi, seni, hingga berbagai bentuk kolaborasi. Terakhir, Maring Institute bersama aktivitis lainnya menggelar peringatan ulang tahun Wiji Thukul yang ke-60 tahun.
“Semoga Maring Institute bisa semakin berdampak untuk anak-anak muda di Semarang, bisa jadi lebih besar, lebih menjangkau banyak lapisan masyarakat, dan mampu menjadi tempat sumber intelektual serta sumber inspirasi yang membangun kesadaran masyarakat Semarang,” harap Fathul. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi