Bagi Martinus, kaul bagaikan hukum yang harus dipatuhi. Artinya, tak boleh sama sekali melanggar ketiga hukum itu.
Ia mengungkapkan, banyak frater yang tidak kuat mempertahankan diri dari ketiga khaul tersebut. Terutama kaul kemiskinan.
“Miskin sekarang ini bagaimana menggunakan barang secara bertanggung jawab, kami hidup bukan karena usaha sendiri, tapi karena bantuan orang-orang yang kami layani,” ucap Martinus.
BACA JUGA: Jadi Pelayan Tuhan Bukan Halangan, Suster di Semarang Tetap Semangat Tempuh Pendidikan Tinggi
Setelah merampungkan pengabdian di Roemah Difabel, Martinus akan kembali ke Yogyakarta untuk melanjutkan studinya. Nanti, setelah lulus kuliah pun, perjalanan Martinus untuk menjadi pastor masih sangat panjang.
Mereka harus mengikuti Tahun Orientasi Postural dan diutus ke tempat-tempat paroki di beberapa wilayah selama satu tahun. Tujuannya, agar frater bisa belajar hidup bersama komunitasnya.
“Setelah itu studi lagi satu tahun baru kami siap untuk menjadi imam dan melayani umat,” tandasnya.
Total, Martinus dan frater-frater lainnya bisa menghabiskan 10 tahun hingga 12 tahun untuk lulus menjadi pastor. Meski demikian, hal tersebut tak melunturkan semangat mereka untuk melayani Tuhan. (*)
Editor: Farah Nazila