SEMARANG, beritajateng.tv – Perjalanan Panti Manarul Mabrur selama 12 tahun tentu bukan tanpa masalah. Dalam mengurus panti asuhan, Rois bahkan rela menjual warisan sawah dari sang ayah.
Meskipun dulu sang ayah pernah berpesan untuk tidak menjual warisan apa pun yang terjadi, Rois akhrinya terpaksa menjual sawah tersebut ketika mengalami kesulitan biaya untuk anak asuhnya di Manarul Mabrur.
“Kita tidak pernah minta bantuan (pemerintah). Mulai dari awal itu kita tanpa subsidi, tanpa cari donator, tanpa cari sumbangan,” jelas Rois.
Meskipun dana dari pemerintah nihil, Rois bersyukur masih mendapat bantuan yang datang dari tangan-tangan baik lainnya. Bahkan, ia sendiri masih sempat untuk berbagi ke tetangga sekitar. 12 tahun sudah Rois setiap Sabtu membagikan sembako ke masyarakat sekitar panti asuhan.
“Karena saya pernah denger ada seorang janda dengan dua cucu hidup berdempetan dengan pagar panti asuhan tapi sampai dua hari dua malam tidak makan nasi. Kalau begitu kok panti asuhan itu yang dirawat malah orang jauh, sementara tetangganya sendiri tidak diperhatikan. Maka dari itu saya harus memberikan manfaat kepada tetangga,” jelasnya.
Surat Izin Operasional Panti Manarul Mabrur Tak Kunjung Terbit
Jangankan soal bantuan dana dari pemerintah, Surat Izin Operasional (SIOP) Manarul Mabrur sebagai panti asuhan bahkan belum mendapat tanda tangan hingga saat ini. Rois mengatakan bahwa pemerintah keberatan dengan keberadaan Manarul Mabrur yang menampung dan menerima anak-anak hasil hubungan di luar nikah.
Asumsinya mereka, kata Rois, adanya Manarul Mabrur kemudian membuat remaja-remaja menjadi mudah sekali melakukan perzinaan karena ada yang menampung bayi-bayi di luar pernikahan. Selain itu, Manarul Mabrur mereka anggap tidak layak karena terlalu banyak menampung bayi dan tidak seimbang dengan jumlah pengasuh.
“Saya cuma ingin berbuat menolong bukan karena berdosanya, saya hanya menolong manusianya. Jadi kalau urusan dosa itu urusan si manusia dengan Tuhannya. Kalau urusan menolong itu urusan kemanusiaan, tidak ada hubungannya menolong itu dengan perilaku dosa manusia,” jelas Rois.
Hingga saat ini, izin operasional Manarul Mabrur sebagai panti asuhan belum terbit. Tapi ketika mendapat pertanyaan apakah urusan birokrasi menggangu jalannya panti, Rois dengan tegas mengatakan, “Saya tidak peduli.” Yang terpenting baginya adalah untuk terus menolong sesama manusia.
Birokrasi Bukan Hambatan, Bangun Karakter Anaklah Tantangannya
Alih-alih menganggap birokrasi yang mempersulit sebagai sebuah hambatan, Rois malah mengungkapkan bahwa kesulitan yang ia hadapi adalah tantangan dalam membangun karakter anak asuhnya. Metode-metode seperti mujahadah dengan doa dan dzikir pun ia rasa belum maksimal.