Pada saat itu, lanjut Rudibdo, belum ada pemecahan. Sehingga Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)-nya masih muncul global atau menjadi satu.
Di mana penilaiannya berdasarkan pada harga transaksi riil yang terjadi di lingkungan tersebut. Kemudian ada pemberlakuan verifikasi ulang di lapangan oleh petugas penilai pajak.
“Sekaligus dimintakan juga tanda tangan dari pemangku lingkungan setempat, kepala dusun atau kepala desa jika kepala dusunnya berhalangan,” tambahnya.
BACA JUGA: Penerimaan Pajak Kendaraan Jateng 2024 Tak Capai Target: Kepatuhan Warga Turun dan Ekonomi Lesu
Kemudian dari penilaian tersebut, masih jelas Rudibdo, masih pengujian terlebih dahulu apakah sudah sesuai dengan zona nilai tanahnya serta nilai perolehan transaksi jual beli terakhir di lingkungan tersebut.
Jadi penghitungan ulang obyek pajak tersebut juga menggunakan zona nilai tanah yang Badan Pertanahan Nasional (BPN) keluarkan.
Manakala wajib pajak yang bersangkutan keberatan, ada ruang untuk mengajukan permohonan keringanan dari ketetapan pajak tersebut kepada Bupati Semarang. “Itu solusi yang bisa dilakukan,” tegasnya. (*)
Editor: Farah Nazila