Jateng

Buruh Resah Jika UMP Jateng Naik di Bawah 5 Persen: Tekanan Kerja Tinggi, Kenaikan Tipis Tak Manusiawi

×

Buruh Resah Jika UMP Jateng Naik di Bawah 5 Persen: Tekanan Kerja Tinggi, Kenaikan Tipis Tak Manusiawi

Sebarkan artikel ini
Buruh UMP
Unjuk rasa buruh lantaran UMP yang tak kunjung ditetapkan di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Kota Semarang, Senin, 8 Desember 2025 sore. (Made Dinda Yadnya Swari/beritajateng.tv)

“Masa kita setiap hari keluar keringat, bercucuran air mata, kena bentak. Apalagi kawan-kawan yang di sektor sepatu; setiap hari dalam tekanan target. Betul, tidak?” ucapnya.

Ari juga menolak rencana penghapusan upah sektor dalam RPP Pengupahan. Ia menilai rencana itu berbahaya karena hanya sebagian kecil perusahaan di Jawa Tengah yang telah menerapkan struktur skala upah sesuai aturan.

“Sedangkan kawan-kawan yang sudah berjuang menetapkan upah sektor di kabupaten masing-masing, bahwasanya di RPP pengupahan hak untuk upah sektor itu akan dihapuskan. Betul, tidak? Berapa persen perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah yang sudah menjalankan struktur skala upah? Di bawah 10%,” ungkap Ari.

Alasan buruh takut penetapan UMP mepet Januari

Sementara itu, buruh menuntut kenaikan UMP 2026 berada di kisaran 8,5–10,5 persen dari nilai saat ini, yaitu Rp2.169.349.

Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jawa Tengah yang juga Koordinator Gaspera, Maksuri, menegaskan aksi tersebut lahir dari kekecewaan terhadap pemerintah yang para buruh anggap mengulur penetapan UMP.

“Harusnya penetapan UMP itu pada bulan November, tapi sampai dengan hari ini UMP dan UMSP belum ada penetapan. Pemerintah itu terkesan selalu mengakal-ngakali kami,” ujar Maksuri.

Ia menilai keterlambatan tersebut membuat buruh kehilangan ruang negosiasi terkait kebutuhan hidup layak (KHL). Menurutnya, kondisi upah di Jawa Tengah sudah jauh dari standar yang layak.

BACA JUGA: Ahmad Luthfi soal UMP Jateng 2026 Tak Kunjung Penetapan: Nanti, Tunggu Pusat

“Kondisinya jauh di bawah kebutuhan hidup layak. Upah di Jawa Tengah ini adalah upah terendah se-Indonesia Raya, buruh itu tereksploitasi,” tegasnya.

Maksuri menyebut pola pengunduran penetapan UMP ini berulang setiap tahun. Jika keputusan keluar terlalu dekat dengan 1 Januari, buruh otomatis harus menerima tanpa waktu keberatan.

“Artinya kalau misal ketoknya [keputusan] mepet, berarti 1 Januari itu mau tidak mau harus terlaksana. Iya, harus laksanakan. Paling ya nanti tunggu di MK,” pungkasnya. (*)

Editor: Mu’ammar R. Qadafi

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan