“Pastinya pernah, cuman pas itu harus ngalah juga kan. Karena posisinya saya sebagai difabel, kalau ditubruk-tubruk malah membahayakan kita. Jadi malah kita yang mundur,” tuturnya.
Ia memahami banyak orang terburu-buru, namun ia tetap berharap masyarakat Kota Semarang punya empati dan memberi prioritas bagi penyandang disabilitas.
BACA JUGA: Yohan Pribadi Wikanto, Difabel Tuna Rungu Buktikan Kemerdekaan Lewat Prestasi Seni Lukis
“Kita mau mengedukasi masyarakat itu juga susah. Karena kebutuhannya mereka juga beda-beda. Jadi ya kita mending ngalah. Daripada ngotot maju malah kesenggol, nanti malah sakit,” katanya.
Dhela menilai, kesadaran masyarakat Kota Semarang terhadap penyandang disabilitas sebenarnya cukup baik, utamanya di wilayah perkotaan. Namun di wilayah perkampungan, stigma negatif terhadap difabel masih kuat.
“Kalau untuk masyarakat apalagi di pedesaan-pedesaan di Semarang itu masih menganggap difabel sebagai aib keluarga. Jadi banyak yang masih disembunyiin,” ucapnya.
Meskipun lapangan kerja terbuka bagi difabel, Dhela menyoroti minimnya informasi
Selain pendidikan dan fasilitas publik, Dhela menyoroti minimnya informasi kerja bagi difabel. Meski pemerintah telah membuka kesempatan kerja, Dhela mengaku informasi tak selalu sampai ke penyandang disabilitas di Jawa Tengah.
“Benar sudah ada [lowongan kerja], tapi belum semua difabel itu tahu tentang loker itu. Mereka masih bingung ya, setelah lulus ini harus daftarnya ke mana,” terangnya.
Banyak penyandang disabilitas, kata Dhela, akhirnya memilih membuka usaha sendiri lantaran tidak tahu jalur rekrutmen atau kesempatan kerja yang tersedia.
“Banyak yang malah usaha sendiri, jualan, buka bengkel. Ada beberapa yang sudah keterima, tapi menurut saya kurangnya informasi dan pengarahan itu aja,” akunya.
BACA JUGA: Lukisan Jadi Wujud Kemerdekaan, Roemah Difabel Semarang Buktikan Kreativitas Tanpa Batas
Lebih jauh, Dhela yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa STIE Totalwin jurusan Manajemen Keuangan itu menilai kampusnya mulai berbenah untuk menyediakan akses yang lebih baik bagi difabel.
Ia menuturkan, kampusnya kini mulai membangun ramp dan menyediakan toilet duduk agar difabel bisa beraktivitas lebih nyaman.
“Alhamdulillah, dari yang dulunya belum menerima, sekarang sudah menerima ya, dan aku menjadi satu-satunya mahasiswa penyandang disabilitas. Kampusnya masih terus berproses untuk menjadi inklusif,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi