Seperti uang kos, uang makan, dan keperluan kuliah lainnya. Oleh karenanya, Yuni mengaku tak bisa bergantung sepenuhnya dari uang beasiswa KIPK saja.
“Sebisa mungkin mengelola sih. Dicukup-cukupin aja meskipun tidak bisa bergantung ke uang itu. Ada juga yang kerja serabutan, kaya mengajar les tambahan atau apa gitu,” lanjutnya.
Jangan sampai beasiswa KIPK dihapus
Di sisi lain, mahasiswa penerima beasiswa KIPK sebenarnya tidak boleh bekerja sampingan. Khawatirnya akan menganggu fokus selama studi kuliah.
Akan tetapi, mahasiswa penerima KIP-K tak punya pilihan lain. Umumnya, pendapat orang tua mereka sangat terbatas.
Yuni misalnya. Ayahnya bekerja sebagai buruh harian lepas. Sedangkan sang ibu sebagai ibu rumah tangga. Dalam sebulan, penghasilan kedua orang tuanya hanya sekitar Rp 2 juta.
Ia berharap, mencuatnya kasus sejumlah mahasiswa Undip yang menyelewengkan bessiswa KIPK tak menganggu penerima lainnya. Apalagi sampai penghapusan KIPK.
Sebab, kata Yuni, masing-masing kampus sebenarnya membuka kanal aduan pelaporan jika ada mahasiswa penerima KIPK yang sebenarnya mampu.
“Kalau ada laporan anak KIPK ternyata dia mampu bisa ditindak lanjutin untuk investigasi terlebih dahulu, agar nantinya kalau nggak layak bisa dicarikan penggantinya yang lebih layak,” tandasnya. (*)
Editor: Farah Nazila