Ara, sapaan akrabnya, berpendapat, pernikahan bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Terlebih, jika kedua belah pihak antara perempuan dan laki-laki belum siap secara finansial, maupun mental.
“Soalnya untuk menuju itu harus dipikirkan baik-baik. Tidak sembarangan, kan pernikahan untuk seumur hidup,” ucap Ara.
Stigma buruk menunda pernikahan
Dirinya pun menambahkan, lantaran menunda menikah hingga di usia 27 tahun ini, ia kerap mendapat stigma buruk oleh tetangga sekitar. Bahkan, dari anggota keluarganya sendiri.
Padahal, menurut Ara, menikah bukanlah suatu kewajiban bagi seseorang. Ia beranggapan menikah dapat menghambat pekerjaan, kewajiban, hingga aktivitasnya sehari-sehari.
“Kalau dorongan dari orang tua ada, suruh cepet nikah. Sampai tetangga-tetangga juga pada jodoh-jodohin. Tapi kan orang punya waktu masing-masing,” imbuhnya.
BACA JUGA: Angka Perceraian di Jateng Meningkat dari Tahun ke Tahun, Psikolog Beberkan Faktor Penyebabnya
Lebih lanjut, ia juga menganggap tren pernikahan sudah bergeser seiring berkembangnya zaman. Apalagi munculnya tren childfree.
Bahkan, jika kemudian ia menikah, ia akan berkomitmen untuk childfree.
“Saya masih bebas melakukan apa pun, menghabiskan uang untuk diri saya sendiri. Dan saya belum siap untuk membagi dengan orang lain,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi