Sugiyanto pun menuturkan alasan di balik kelas menengah yang memutuskan untuk menahan uangnya ketimbang berbelanja.
“Mereka khawatir kalau gak ada perbaikan [ekonomi secara] fundamental. Bagi saya itu agak serius, ketika daya beli masyarakat seperti ini, ya memang ini akan jadi persoalan jangka panjang kalau gak ada perbaikan di dalam itu,” tutur dia.
BACA JUGA: Koalisi di Daerah Tak Linear Pilgub Jawa Tengah, Bagaimana Strategi PDIP Menangkan Andika-Hendi?
Akankah krismon 98 terulang kembali?
Tak sedikit masyarakat yang mengaitkan lesunya perekonomian saat ini dengan krisis moneter (krismon) 1998 silam.
Sugiyanto menegaskan, apa yang terjadi di krismon berbeda dengan yang terjadi saat ini.
“Yang krismon itu kan kejadiannya mendadak, artinya semua orang itu penghasilan langsung hilang, uangnya hilang. Kalau ini kan gak mendadak,” jelasnya.
Menurutnya, kondisi saat ini menunjukkan daya beli kelompok atas yang lebih menguat.
“Ada sebuah proses yang memang daya belinya menurun, daya beli lebih banyak dinikmati kelompok atas. Indikatornya kalau makro itu di indeks ini yang semakin besar,” bebernya.
Atau dalam kata lain, daya beli kelompok atas lebih besar ketimbang kelas menengah.
“Artinya, pendapatan ini lebih bergeser ke atas, dinikmati kelompok atas. Ini yang berbahaya, bukan dari ekonomi, jangka panjang bisa rawan secara sosial,” tandas Sugiyanto. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi