“Jika untuk makanan, (dampak, red.) pasti bisa mengganggu saluran nafas. Kami hanya bertugas pengawasan, kami temukan mengandung ini, misalnya. Imbau, enggak boleh dijual,” ujarnya.
Demikian pula, kata dia, puskesmas yang mengawasi di sekolah-sekolah, namun untuk penindakan atau penertiban penjual “chiki ngebul” ada pada satuan polisi pamong praja (PP).
“Kepada Dinas Pendidikan, rekomendasi pasti kami berikan. Bahan ini kalau bisa jangan digunakan campuran makanan untuk anak dan remaja,” pungkas Hakam.
Jajanan “chiki ngebul” yang dijuluki juga dengan “nafas naga” sebelumnya banyak digemari karena memberikan sensasi dingin, serta bisa mengeluarkan asap dari mulut dan hidung jika dikonsumsi.
Belakangan, “chiki ngebul” menimbulkan kontroversi setelah munculnya kasus-kasus luka bakar, kerusakan organ dalam, dan keracunan di beberapa daerah setelah mengonsumsinya, seperti di Tasikmalaya, Ponorogo, dan Bekasi. (Ak/El)
Editor: Elly Amaliyah