Saat perwakilan orang tua menyampaikan keberatannya kepada kepsek, Kustri mengaku SS telah meminta maaf kepada 16 siswi dan perwakilan orang tua yang hadir pada hari itu juga.
SS pun mengakui perbuatannya dan telah mendapat surat peringatan (SP) 1 dari kepala sekolah.
“Pada tanggal 25 September itu, anak-anak, guru (SS), dan orang tua sudah sempat ditemukan di sana. Guru sudah menyampaikan maaf kepada semua anak-anak, orang tua bisa memaafkan karena orang tua yang hadir sedikit. Siswa dan orang tua yang terwakili sudah memaafkan,” jelasnya.
BACA JUGA: Hendrar Prihadi Blusukan Bareng Aaf di Pekalongan, Tepis Isu Pemilih Terbelah di Pilgub Jawa Tengah
3. Sempat berdamai, orang tua yang tak terima gelar unjuk rasa pada 2 Oktober, minta pemindahan SS dari sekolah
Beberapa hari setelah SS mengakui kesalahannya, salah satu perwakilan orang tua yang tak hadir pada saat itu datang ke sekolah untuk melakukan unjuk rasa.
Dalam aksi unjuk rasa itu, orang tua yang menolak permintaan maaf SS meminta agar ia bisa sekolah pindahkan dari sana.
“Tanggal 2 Oktober ada unjuk rasa kecil-kecilan [oleh para orang tua siswa]. Tuntutannya agar mohon pindahkan guru tersebut. Saya langsung ke sana begitu ada demo,” ungkap Kustri.
4. Screening dan pendampingan berlanjut hingga saat ini
Pada 4 Oktober, psikolog turun langsung untuk melakukan screening kepada 16 siswi tersebut, yakni apakah masih ada kemarahan atau trauma yang terpendam atas kelakuan SS.
“Kami minta sekolah kooordinasi dengan psikolog, akhirnya Jumat tanggal 4 Oktober ada screening. Kumpulkan anak-anak, psikolog tanyai satu per satu apakah ada trauma. Kegiatan screening berlanjut, gak hanya pada tanggal 4 saja,” aku Kustri.
Lebih lanjut, Kustri pun memastikan SS tak melakukan kontak fisik pada keenambelas siswi tersebut.
“Kami memastikan bahwa kemarin saya tanya betul, guru itu tidak ada pernah membuat sentuhan apa pun. Menyentuh anaknya sama sekali tidak,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi