“Misalnya panas bumi yang ditambang, maka warga situ juga yang akan mendapatkan. Misalnya bagaimana dengan pipa-pipanya yang tiba-tiba bocor dan sebagainya,” katanya.
Pihaknya menekankan, warga menjadi pihak pertama yang terdampak apabila terjadi masalah, bukan instansi pemerintah di tingkat provinsi.
Oleh sebab itu, ia mengingatkan pemerintah agar tidak menyederhanakan persoalan dengan membandingkan kondisi tambang di Jawa Tengah dengan bencana di wilayah lain seperti Sumatera.
“Siapa yang terkena dampak pertama? Apakah orang ESDM yang di provinsi? Tentu tidak kan? Tapi warga. Nah, harus pertimbangkan itu. Jadi jangan hanya memikirkan bahwa ini itu tidak akan terjadi seperti yang Sumatera,” pungkas Mila.
Alasan ESDM yakin pertambangan di lereng Slamet tak akan timbulkan bencana seperti di Sumatera
Sebelumnya, Beredar unggahan viral di media sosial yang kuat dugaan merupakan aktivitas tambang Gunung Slamet di Google Earth.
Dalam akun Instagram @purwokertoonline yang tersiar lima hari lalu, tampak ada galian bak “cacing” dalam video tersebut. Bahkan, salah satu titik lokasi yang diduga tambang tersebut diganti nama menjadi “Arep Dadi Apa Ya Kie?”.
“Gunung Slamet sedang jadi sorotan. Di tengah bencana di Sumatera, dugaan tambang di kawasan hutannya memunculkan tanda bahaya yang tak boleh diabaikan,” tulis akun tersebut..
“Di tengah banjir dan longsor besar yang terjadi di Sumatera—yang bahkan membawa gelondongan kayu—muncul kabar dugaan aktivitas tambang di kawasan hutan Gunung Slamet. Beberapa akun, menunjukkan titik kerusakan di wilayah sekitar Gunung Slamet, Kekhawatirannya sama: kerusakan hutan bisa memicu bencana serupa di kemudian hari,” lanjutnya.
Menanggapi unggahan itu, Kepala Cabang (Kacab) Dinas ESDM Jawa Tengah Wilayah Slamet Selatan, Mahendra Dwi Atmoko, pun angkat bicara.
Mahendra menuturkan, foto Google Earth itu terekam satelit pada tahun 2018 silam. Saat ini, kata dia, kawasan tersebut sudah kembali hijau. Ia menyebut galian itu bukan tambang, namun pembukaan jalan untuk proyek panas bumi.
BACA JUGA: Warga Baseh Banyumas Protes Tambang PT DBA, Dinas ESDM Jateng: Sudah Kami Tindak Sebelum Viral
“Nah, itu sebenarnya adalah gambar tahun 2018 pada waktu proyek panas bumi. Jadi waktu pembukaan akses jalan dan tampak proyek. Itu masih yang tahun 2018 di Google Earth,” ujar Mahendra saat beritajateng.tv hubungi via panggilan WhatsApp, Kamis, 11 Desember 2025.
Mahendra pun mengklaim kegiatan pertambangan yang ada di Gunung Slamet tak akan menimbulkan longsor seperti di Cilacap maupun Banjarnegara.
“[Kontur tanahnya] beda jauh, kalau masalah ketakutan longsor kaya yang di Cilacap itu ya beda jauh,” tegasnya.
Warga Jawa Tengah dan aktivis pun khawatir aktivitas tambang di Gunung Slamet akan berakibat bencana banjir bandang seperti di Sumatera.
Ia menyebut, tambang di Jawa Tengah seperti Gunung Slamet skalanya kecil. Kata dia, itu tak mungkin akan menimbulkan bencana longsor maupun banjir bandang seperti di Sumatera.
“Wah, apalagi bandingkan Sumatera ya. Tambang-tambang yang beroperasi di Jawa Tengah seperti Banyumas itu tambang skala kecil. Tambang skala kecil itu paling-paling luas izinnya hanya 5 hektar.e Tambangnya saja sekarang masih hanya sekitar 2 hektaran,” ucap Mahendra.
“Belum 5 hektare, belum, masuk hanya sekitar 2 hektare. Sampai bisa menyebabkan longsor kayak di Sumatera kayaknya kemungkinan besarnya jauh ya. Masih jauh,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi













