SEMARANG, beritajateng.tv – Terkuak fakta-fakta persidangan dalam kasus yang menjerat Mantan Walikota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu, 23 Juli 2025.
Mbak Ita mengungkapkan alasannya mengembalikan uang operasional Walikota Semarang yang berasal dari iuran kebersamaan hasil dari insentif pajak para pegawai Bapenda.
Seperti diketahui, “Iuran kebersamaan” berasal dari insentif pemungutan pajak yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah di tiap trisemester. Uang tersebut kemudian dikumpulkan secara mandiri dipergunakan untuk berbagai macam kegiatan sosial hingga piknik.
Menurut Mbak Ita, sejak Kepala Bapenda menyerahkan Rp 300juta kepadanya untuk operasional Walikota Semarang. Ita tidak pernah menggunakannya sama sekali. Dia bahkan mengklaim jika uang tersebut hanya disimpan di brangkas kantor.
“Saya tidak menggunakan uang operasional Walikota Semarang itu,” kata Mbak Ita.
BACA JUGA: Mbak Ita Sebut Tambahan Operasional Walikota Semarang Ada Sejak Era Hendi
Mbak Ita mengaku bingung dengan asal usul uang yang Kepala Bapenda berikan. Hal ini karena Indriyasari saat itu menyebut uang tersebut tradisi sejak era Hendrar Prihadi (Hendi), Walikota sebelumnya.
“Kemudian saya pernah mendengar, kalau mereka (pegawai Bapenda) menyerahkan uang operasional itu sampai hutang hutang. Saya kan gak tau,” sebut dia di persidangan.
Ia juga mengaku bingung jika nantinya harus membuat laporan pertanggungjawaban, lantaran uang tersebut Indriyasari serahkan tanpa kuitansi.
“Ini gak sesuai, nanti pertanggung jawabannya gimana. Dari situ saya gak srek lagi. Apalagi saat itu, ada BPK mengatakan telah ada temuan-temuan, takutnya uang ini dari mana mana,” Kata dia.
“Terus terang saya tidak tau uang ini diambilkan dari mana. Saya tidak tahu, berapa jumlahnya, kapan collect nya, kapan dibagikan. Saya tidak tau,” imbuhnya.
Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwandi kemudian menanyakan perbedaan tata cara pertanggungjawaban dan penerimaan uang operasional resmi dengan uang dari Bapenda.
“Kalau uang operasional resmi pemerintah kota, maka jika ada yang mengajukan kegiatan harus membuat proposal terlebih dahulu. Di proposal harus ada kuitansi, jumlahnya jelas dan SPJ-nya,” imbuhnya.
Majelis Hakim juga bertanya alsan Mbak Ita harus menunggu berbulan-bulan untuk mengembalikan uang iuran kebersamaan itu. Bahkan hingga terkumpul Rp 1,2 miliar.
Mbak Ita beralasan, saat itu merupakan pertama kali ia menjabat Walikota Semarang, sehingga belum tau terkait dana iuran kebersamaan itu.
“Pada saat pertama jadi Walikota kan belum tahu akan ada kebutuhan-kebutuhan di kemudian hari. Sehingga saya simpen di brangkas,” Sebutnya.
“Karena itu tadi yang mulia, kegiatan yang berjalan di tahun 2023 itu banyak menggunakan CSR. Saya mikirnya, uang itu bisa untuk operasional kegiatan non bugjeter yang akan datang,” papar dia.