Pameran sejarah di Festival Bubak Semarang 2025
Selain pertunjukan seni, Festival Bubak juga menampilkan pameran sejarah yang menyoroti cagar budaya dan perkembangan kawasan kampung-kampung lama.
“Kami ingin masyarakat mengenal lebih dalam tentang kota ini. Karena dengan mengenal, kita akan memiliki kekuatan untuk membangun masa depan,” lanjut Subekso.
Festival Bubak juga menekankan kesetaraan dalam pertunjukan. Tidak ada jarak antara seniman dan penonton, menjadikan Gambang Semarang sebagai kesenian yang egaliter dan inklusif.
“Semarang ini kaya. Sayang kalau kekayaan budayanya tidak kita kenali. Itulah kenapa kami hadir di kampung-kampung. Kami ingin mengembalikan Gambang Semarang sebagai kesenian rakyat,” katanya.
BACA JUGA: Pemkot Bangun Saluran Air di Museum Bubakan
Acara ini juga dihadiri oleh beberapa pejabat daerah, salah satunya Sekretraris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Samsul Bahri Siregar. Ia menilai festival ini menjadi angin segar di tengah dominasi budaya populer saat ini.
“Gambang Semarang hampir dilupakan di era K-Pop dan budaya barat, tapi lewat festival ini justru dikenalkan kembali,” tutur Samsul.
Dengan dukungan masyarakat dan harapan agar menjadi agenda budaya tahunan, Festival Bubak menjadi simbol bahwa kearifan lokal bukan untuk dilupakan, melainkan untuk dibuka kembali sebagai jalan membangun identitas dan masa depan kota.
“Festival Bubak ini luar biasa untuk Semarang. Tidak hanya menghadirkan pertunjukan, tapi juga menyajikan sejarah dan budaya lokal secara melingkar. Semoga ini tidak berhenti di sini, tapi bisa jadi agenda tahunan,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi