Jateng

Gus Rozin Nilai UU Pesantren Baru Terlaksana 20 Persen: Hanya Fungsi Pendidikan, Dana Abadi Belum

×

Gus Rozin Nilai UU Pesantren Baru Terlaksana 20 Persen: Hanya Fungsi Pendidikan, Dana Abadi Belum

Sebarkan artikel ini
UU Pesantren | Abdul Ghafar Rozin atau Gus Rozin
Ketua PWNU Jawa Tengah masa khidmah 2024-2029, Abdul Ghafar Rozin, saat ditemui di kantornya, Jumat, 8 Maret 2024. (Made Dinda Yadnya Swari/beritajateng.tv)

Ia menilai, keberadaan Direktorat Jenderal Pesantren di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag RI) merupakan langkah positif untuk mempercepat transformasi tata kelola pesantren secara modern, asalkan tidak mengikis nilai-nilai khas pesantren.

“Transformasi pesantren melalui pelaksanaan amanat undang-undang itu juga perlu percepatan melalui Direktorat Jenderal Pesantren, tapi tanpa membuka potensi hegemoni negara terhadap pesantren,” tegas alumnus Monash University Australia tersebut.

Ungkap tantangan santri tahun 2025, perlu ekspos sisi baik di pesantren

Sehari setelah momentum Hari Santri 2025, Gus Rozin menilai perayaan tahunan tersebut semestinya tak lagi berhenti pada kegiatan seremonial.

Menurutnya, setelah satu dekade peringatan Hari Santri, sudah saatnya masyarakat dan pemerintah menjadikannya momentum refleksi dan kemajuan konkret.

“Sudah harus berhenti dirayakan secara hore-hore, seremonial, lomba-lomba yang tidak substantif. Karena tahun ini kita sudah merayakan hari santri yang ke-10,” ujarnya.

Ia menekankan agar Hari Santri dijadikan tonggak perkembangan pesantren, baik dalam bentuk kebijakan baru, program konkret, maupun capaian nyata di tingkat lokal.

“Setiap Hari Santri di level nasional perlu ada kebijakan baru yang progresif dan berpihak kepada pesantren. Pelaksanaannya harus lebih konkret dan maju,” katanya.

BACA JUGA: Momentum Hari Santri Nasional 2025, PWNU Jateng Dorong Pesantren Lebih Terbuka dan Adaptif

Menurutnya, pesantren bisa menjadikan Hari Santri sebagai momentum mengevaluasi kemajuan. “Misalnya tahun ini kita canangkan gedung baru, maka tahun depan kita rayakan selesainya pembangunan itu. Hari santri harus merayakan kemajuan, tidak melulu mengingat sejarah,” ujarnya.

Tak hanya itu, Gus Rozin juga menyoroti tantangan baru yang saat ini dunia pesantren hadapi, yakni citra publik yang masih bias. Ia menyebut sejumlah peristiwa negatif dan tayangan media kerap menampilkan pesantren secara keliru, tanpa menampilkan kemajuan yang telah dicapai.

“Beberapa peristiwa belakangan ini seperti ambruknya asrama dan tayangan media besar itu mendegradasi citra santri dan pesantren,” katanya.

Menurutnya, santri masa kini telah bertransformasi; banyak yang berprestasi di bidang teknologi, kedokteran, hingga kebijakan publik. Ia menegaskan, tantangan utama santri kini ialah bagaimana melakukan eksposur atas hal-hal baik di pesantren.

“Santri yang menang lomba robotik makin banyak, yang ahli coding banyak, dokter apalagi, banyak pula yang terlibat di kebijakan publik. Tapi orang-orang di luar pesantren tidak melihat ini. Best practices yang ada di pesantren perlu didakwahkan dan diekspos terus keluar, supaya masyarakat memahami pesantren lebih utuh, tidak sepotong-sepotong,” pungkasnya. (*)

Editor: Mu’ammar R. Qadafi

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan