“Mereka perokok jelas diuntungkan sejak ada tembakau linting, yang seharusnya sebulan keluar misal Rp500 ribu sekarang cuma menghabiskan kira Rp150 ribu, sisanya bisa dialihkan untuk keperluan yang lain,” jelas Aditya.
Rokok tingwe bisa jadi solusi sesuai keuangan
Di sisi lain, Aditya mengakui bahwa rokok tingwe memiliki tingkat kerepotannya sendiri lantaran harus melinting satu persatu. Namun, jika membandingkan dengan harga, tingwe memang menjadi salah satu solusi terbaik bagi para perokok.
Sementara untuk rasa, Aditya menyebut tidak begitu ada perbedaan yang signifikan. Aditya sendiri menganggap rokok sebagai salah satu gaya hidup yang berbeda antar individu, tergantung keuangan.
“Rokok itu cuma gengsi, penghasilan besar nggak mungkin rokok murah-murah. Rokok itu lifestyle kayak baju yang kita pakai, gaji gede pengennya yang bermerek. Kalau lagi nggak ada duit ya tingwe,” ucapnya.
BACA JUGA: Usung Konsep Tobacco Cafe, Mukti Cafe Manfaatkan Bekas Gudang Tembakau Berusia Ratusan Tahun
Tiap harinya di toko tembakau milik Aditya banyak pembeli berdatangan, mulai dari usia muda hingga dewasa. Apalagi, ia juga menyediakan tembakau dengan berbagai varian rasa yang menjadi primadona anak muda.
Dalam sebulan, ia bisa menjual lebih dari 10 kilogram tembakau. Harganya pun cukup terjangkau, mulai dari Rp8 ribu hingga Rp25 ribu, dengan sekitar 25 pilihan rasa.
“Semua orang bisa ngelinting kok, caranya gampang, banyak yang datang ke sini untuk belajar ngelinting pasti saya bantu,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi