“Fakultas Filsafat itu sangat Pancasilais, UGM juga terkenal sebagai kampus kerakyatan. Nama Gadjah Mada itu kan tokoh yang mempersatukan Nusantara. Dan sarung yang saya gunakan itu memiliki motif seperti burung,” bebernya.
“Pada saat saya melihat sarung itu, yang pertama kali terlintas ialah burung garuda, dengan warna dasar hitam dan kombinasi motif berwarna emas. Saya sebutnya Garuda Emas,” sambung Ulil.
BACA JUGA: Pemkot Semarang Gelar Festival Sarung di Kota Lama
Makna di balik sarung ‘Garuda Emas’
Sarung ‘Garuda Emas’ itu pun Ulil rasa sangat pas sekaligus mengandung makna yang mendalam terkait perjalanan kuliah sampai pada kelulusannya.
“Sarung burung garuda itu sangat relevan dan cocok dengan apa yang saya capai saat itu. Saya berhasil berproses di fakultas yang Pancasilais sekaligus di kampus persatuan,” akunya.
Dari banyak merek sarung yang ada di Indonesia, Ulil memutuskan untuk mengenakan sarung BHS. Uniknya, pemilihan sarung BHS ini pun juga ada alasannya.
“BHS itu salah satu sarung tertua di Indonesia yang ada sejak 1953 lalu. Nah, saya juga kuliah di UGM yang termasuk sebagai kampus tertua di Indonesia. Jadi sama-sama yang tertua lah,” jelasnya.
SGE atau yang Ulil sebut Songket Gunung Eksklusif merupakan jenis sarung Garuda Emas miliknya. Menurut pengakuannya, motif SGE termasuk motif yang eksklusif dan kasta tertinggi di kelasnya.
“Bagi saya, UGM adalah salah satu kampus terbaik dan tertua ya seperti BHS lah. Jadi saya gunakan motif yang SGE,” kata Ulil.
Sosoknya pun turut mengapresiasi lahirnya Hari Sarung Nasional yang jatuh pada 3 Maret setiap tahunnya. Sebab, sarung bukan hanya kegemaran masyarakat Indonesia. Melainkan, telah menembus ke pasar internasional.
“Sarung ini warisan budaya nusantara yang sangat luar biasa. Kenapa? Tak hanya masyarakat nusantara saja, namun sampai luar negeri. Bahkan ada sarung yang menembus pasar Eropa, Arab, dan Afrika. Itu hal luar biasa,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi