“Turang hadir di saat dunia dalam situasi yang genting, yang mana sistem kolonialisme dan imperialisme tampak jelas dominasinya. Apa yang terjadi di Palestina saat ini menunjukkan bagaimana sebetulnya sistem itu adalah sistem yang menjadi musuh bersama dari negara dunia ketiga periode 60-an, pascaperang dunia kedua,” pungkas Bunga.
Sejarawan ungkap Turang gambarkan situasi “chaos” pascakemerdaan Indonesia
Tak hanya melibatkan sineas, sejarawan juga turut hadir dalam penayangan perdana film Turang setelah hilang bertahun-tahun. Sejarawan sekaligus guru sejarah asal Kota Semarang, Joseph Army Sadhyoko, menyoroti salah satu scene yang menurutnya menarik pada masa revolusi pascakemerdekaan.
“Sebagai contoh, di film Turang ada tentara Belanda yang mengambil [mencuri] telur. Perilaku antara yang berseragam dan tidak berseragam, antara pemberontak dengan yang namanya tentara, baik dari kubu republik maupun kubu pemerintah kolonial Belanda yang jadi antek Belanda dari warga pribumi, itu perilakunya mirip. Antara pejuang dan penjahat itu hampir mirip di situasi revolusi,” ungkap Joseph.
Film yang mengambil latar tempat di Kabanjahe, Kabupaten Karo itu bagi Joseph menggambarkan situasi pascakemerdekaan di Indonesia yang chaos.
“Kenapa begitu? Karena memang situasi negara setelah kita merdeka, digambarkan di film ini. Mau Agresi Militer Belanda I atau II, situasi negara chaos. Siapa pun yang terlibat dalam situasi perang setelah kita menyatakan kemerdekan 17 Agustus 1945, banyak yang pasang peran ganda, karena apa? Harus survive, bertahan hidup,” beber Joseph.
Meskipun Indonesia sudah menyatakan kemerdekannya, kata dia, pihak yang menang maupun kalah tak menentu nasibnya.
“Sebuah negara yang merdeka itu gak menentu. Makanya saat awal merdeka yang Soekarno-Hatta bangun karakter bangsanya dulu,” pungkas Joseph. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi