SEMARANG, beritajateng.tv – Founder maskapai Susi Air, Susi Pudjiastuti, membuka secara resmi rute penerbangan perdana Semarang-Karimunjawa di Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani Semarang, Jumat, 4 Juli 2025.
Dalam sambutannya, Susi mengaku tak menyangka penerbangan perdana ini disambut oleh pihak bandara maupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng dengan meriah.
“Saya merasa tersanjung, saya tidak mengira penerbangan kami akan disambut seperti ini. Susi Air biasanya setiap hari terbang kurang lebih antara 120 sampai 150 flight tiap hari, selama 20 tahun kita bergerak di dunia penerbangan,” ungkap Susi.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI itu menyebut jam terbang maskapainya capai 40 ribu jam terbang tiap tahunnya. Kendati begitu, pihaknya merasa pesawatnya masih jauh dari hiruk pikuk dunia penerbangan.
“Saat ini, kita berusia 20 tahun, tapi selalu jauh dari hiruk piku, karena kita beroperasi di daerah terpencil. Satu-satunya rute kita di Jawa menghubungkan asal kami di Pangandaran dan Halim, yang kita terbangi 15 tahun,” sambungnya.
BACA JUGA: Susi Air Buka Rute ke Karimunjawa, Bakal Terbang Perdana 2 Mei 2025
Ia pun menyinggung penerbangan Susi Air dari Jakarta melalui Halim Perdanakusuma ke Cilacap yang pernah beroperasi sebelum maskapai Pelita Air masuk.
“Dulu ada Halim-Cilacap, namun berhenti karena ada Pelita masuk. Sekarang masyarakat teriak lagi Cilacap mau diterbangin, karena Pelita berhenti. Biasanya kita menjadi penyambung konketivitas darurat pada saat pesawat besar gak bisa menerbangi,” jelas Susi.
Susi keluhkan minimnya dukungan pemerintah terhadap pesawat kecil
Menurutnya, bandara perintis yang berlokasi jauh dari kota besar membutuhkan pesawat kecil atau yang ia sebut ‘feeder’ untuk menghubungan ke bandara besar. Tak terkecuali Karimunjawa dan berbagai bandara di daerah Jateng lainnya.
“Banyak bandara dibangun dan tentunya itu butuh feeder yang bisa menghidupkan bandara besar. Airline besar bisa masuk ke suatu wilayah bila ada jumlah penumpang yang cukup untuk dibawa ke bandara besar lainnya,” terangnya.
Kata Susi, sokongan kepada pesawat kecil seperti Susi Air mampu menghidupkan detak suatu daerah terpencil.
“Untuk membuka suatu wilayah bisa hidup, sepatutnya penerbangan kecil seperti kami di-support dan didukung untuk bisa menerbangi bandara tersebut, sehingga airline besar bisa hadir,” jelasnya.
Hanya saja, ia merasa masih minim support dari pemerintah.
“Biasanya pemainnya gak banyak, kita sendirian, kalau kita teriak minta support juga sendirian, selalu jauh pada respons perhatian regulator dan eksekutif , kurang terperhatikan,” kata dia.